17 SEPTEMBER 1811
INGGRIS MEREBUT PULAU JAWA DARI BELANDA
Inggris menguasai Pulau Jawa setelah mengalahkan pasukan Belanda pada 17 September 1811. Sebagaimana dikutip dari wikipedia.org, proses perebutan Pulau Jawa ini terjadi ketika Britania Raya melancarkan operasi militer amphibi untuk merebut Pulau Jawa, yang ketika itu berada dibawah kekuasaan Hindia Belanda yang berada dalam kuasa Kekaisaran Prancis Pertama. Konflik ini berlangsung antara bulan Agustus hingga September 1811 selama Peperangan era Napoleon. Sebelum konflik ini terjadi, pada tahun 1800 Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) dinyatakan bangkrut dan dinasionalisasi oleh pemerintah Belanda. Akibatnya, aset-asetnya yang meliputi pelabuhan laut, gudang, benteng, permukiman, tanah, dan perkebunan di Hindia Timur dinasionalisasi sebagai koloni Belanda, terutama di Jawa. Satu dekade kemudian, Belanda dianeksasi Perancis dalam Perang Napoleon (1803-1815), membuat wilayah Hindia Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis.
INGGRIS MEREBUT PULAU JAWA DARI BELANDA
Inggris menguasai Pulau Jawa setelah mengalahkan pasukan Belanda pada 17 September 1811. Sebagaimana dikutip dari wikipedia.org, proses perebutan Pulau Jawa ini terjadi ketika Britania Raya melancarkan operasi militer amphibi untuk merebut Pulau Jawa, yang ketika itu berada dibawah kekuasaan Hindia Belanda yang berada dalam kuasa Kekaisaran Prancis Pertama. Konflik ini berlangsung antara bulan Agustus hingga September 1811 selama Peperangan era Napoleon. Sebelum konflik ini terjadi, pada tahun 1800 Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) dinyatakan bangkrut dan dinasionalisasi oleh pemerintah Belanda. Akibatnya, aset-asetnya yang meliputi pelabuhan laut, gudang, benteng, permukiman, tanah, dan perkebunan di Hindia Timur dinasionalisasi sebagai koloni Belanda, terutama di Jawa. Satu dekade kemudian, Belanda dianeksasi Perancis dalam Perang Napoleon (1803-1815), membuat wilayah Hindia Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis.
Dikutip dari ceknricek.com, di bawah kekuasaan Napoleon, pemerintahan jajahan Belanda yang berpusat di Batavia diubah menjadi kerajaan Hollandia, sebuah kerajaan boneka Perancis yang diperintah oleh saudara laki-laki ketiga Napoleon: Louis Bonaparte. Raja Louis Bonaparte kemudian memerintahkan Herman Willem Daendels untuk menjadi gubernur jenderal di Hindia-Belanda. Tugas Herman Willem Daendels adalah mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris dan membereskan keuangan pemerintahan. Pada pertengahan April 1811, gelombang pasukan Inggris tengah bersiap-siap meninggalkan India untuk menyerang Jawa yang tengah berada di bawah Kekuasaan Perancis. Dengan melibatkan belasan ribu tentara dan ratusan kapal mereka menyerang pasukan Belanda di Jawa lewat pengerahan militernya. Setelah empat bulan mengarungi lautan, pasukan Inggris mendarat di Pulau Jawa pada Agustus 1811, di daerah Cilincing, pantai utara Jakarta.
Pasukan ini kemudian melakukan penyerangan pada 26 Agustus 1811, dimana tampuk kekuasaan Deandels sudah berpindah ke tangan Jan Willem Janssens. Pasukan gubernur jenderal ke-37 itu pun terdesak hingga ke Bogor untuk kemudian menarik pasukannya mundur lagi ke Semarang dengan mencari bala bantuan dari pasukan Eropa beserta prajurit Keraton Surakarta. Meskipun mendapat tambahan bala bantuan, mereka terdesak mundur ke Tuntang. Janssens pun akhirnya menyerah pada pasukan Inggris yang dipimpin Jenderal Auchmuty hingga tercetuslah perjanjian Tuntang, yang saat itu menjadii tempat peristirahatan para pembesar Hindia Belanda, di tepi danau Rawa Pening. Perjanjian Tuntang dilaksanakan pada tanggal 17 September 1811, dimana melalui perjanjian tersebut pihak Hindia Belanda menyerah dengan wilayah Jawa, Palembang, Makassar dan Timor diberikan kepada pihak Britania.
Setelah Belanda tunduk melalui perjanjian Tuntang, Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles kemudian menduduki pucuk pimpinan pemerintahan Inggris di Jawa. Di tangannya, sejumlah kebijakan pun dilakukan, termasuk menghapus sistem kerja paksa, memberikan perhatian terhadap candi-candi Hindu-jawa, dan menuliskan History of Java. Sementara itu, perang Napoleon terus berlanjut. Kekalahan demi kekalahan pun dialami Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte hingga berakhir pada tahun 1814. Dalam surat perjanjian di London, Inggris, pada tanggal 13 Agustus 1812, Inggris kemudian menyetujui wilayah Hindia Belanda dikembalikan kepada Belanda, yang tidak lagi berada di bawah kekuasaan Perancis. Pada Kongres Wina 1815, diputuskan bahwa Britania harus mengembalikan Jawa dan kekuasaan Hindia Belanda lainnya kepada Belanda sebagai bagian dari persetujuan yang mengakhiri Perang Napoleon.
17 SEPTEMBER 1945
BERDIRINYA PENGURUS BESAR PALANG MERAH INDONESIA
Tanggal 17 September 1945, sebagaimana dikutip dari kompas.id, merupakan tanggal dibentuknya Pengurus Besar Palang Merah Indonesia (PMI). Ketua pertama Pengurus Besar PMI ini adalah Drs. Mohammad Hatta dan dr. R. Boentaran Martoatmodjo menjadi wakilnya. Setelah Indonesia mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari Pemerintah Belanda pada Konferensi Meja Bundar yang berlangsung pada 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949 di Den Haag, Belanda, PMI mengadakan kerja sama dengan Palang Merah Hindia Belanda, NERKAI, untuk koordinasi karya kepalangmerahan di Indonesia. Hal ini sempat mendapatkan tentangan dari kelompok progresif di Indonesia. Beberapa bulan setelahnya, pada 16 Januari 1950, guna mempersatukan gerakan Palang Merah di Indonesia, Pemerintah Belanda membubarkan NERKAI dan menyerahkan asetnya kepada PMI. Penyerahan ini diwakili oleh dr. B. van Trich dari pihak NERKAI dan dr. Bahder Djohan dari pihak PMI.
Pemerintah Republik Indonesia Serikat melalui Presiden Soekarno mengukuhkan organisasi PMI dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tanggal 16 Januari 1950 dan Keputusan Presiden Nomor 246 Tanggal 29 November 1963. Dokumen Keppres 25/1950 tersebut membuat PMI menjadi badan hukum bernama “Perhimpunan Palang Merah Indonesia” dan PMI menjadi satu-satunya organisasi yang mengelola karya kepalangmerahan di Indonesia. Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa tugas utama PMI adalah untuk memberikan bantuan pertama pada korban bencana alam dan korban perang sebagaimana disebutkan dalam Konvensi Jenewa 1949. PMI akhirnya mendapatkan pengakuan dari Komite Palang Merah Internasional (The International Committee of the Red Cross – ICRC) pada 15 Juni 1950.
Pada 16 Oktober 1950, PMI lantas diterima sebagai anggota ke-68 dalam Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yang kini bernama Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC). Selanjutnya, dalam Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 ditetapkan empat konvensi, yakni Konvensi tentang Perbaikan Nasib Anggota-anggota Yang Luka dan Sakit dalam Angkatan Perang di Darat, Konvensi tentang Perbaikan Nasib Anggota-anggota Yang Luka, Sakit dan Korban-korban Karam dari Angkatan Perang di Laut, Konvensi tentang Perlakuan Tawanan Perang, dan Konvensi tentang Perlindungan Rakyat Sipil dalam Masa Perang. Konvensi ini menjadi salah satu pijakan hukum internasional bagi pelayanan Palang Merah Internasional. Pemerintah Indonesia meratifikasi seluruh konvensi tersebut melalui Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Ikut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949.
Pada 16 Desember 1985, gedung markas PMI di Jalan Gatot Soebroto Kaveling 96 Jakarta Selatan yang baru selesai dibangun diresmikan. Peresmian itu dilakukan oleh Presiden Soeharto beserta Presiden Liga Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Enrique de la Mata. Pada 4 Februari 2011, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah. PP ini mengatur tentang pelayanan transfusi darah yang merupakan salah satu pelayanan PMI. Kemudian pada 9 Januari 2018, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan. UU 1/2018 ini menetapkan PMI sebagai organisasi kemanusiaan yang berstatus badan hukum dan bertujuan untuk mencegah, meringankan penderitaan, dan melindungi korban tawanan perang dan bencana, tanpa keberpihakan pada kelompok agama, ras, etnis, gender, dan politik tertentu. UU ini mengukuhkan PMI sebagai organisasi yang berkarya untuk kemanusiaan di Indonesia.
17 SEPTEMBER 1971
DIPERINGATI SEBAGAI HARI PERHUBUNGAN NASIONAL
Hari Perhubungan Nasional (Harbubnas), sebagaimana dikutip dari laman tirto.id, diperingati pada tanggal 17 September setiap tahunnya. Sejarah Hari Perhubungan Nasional tak bisa lepas dari lahirnya Kementerian Perhubungan yang dahulu bernama Departemen Perhubungan. Sesuai dengan nama yang disandangnya, Departemen Perhubungan mengurusi masalah perhubungan. Titik berat yang menjadi perhatian Departemen Perhubungan pada era 1945-1949 adalah perhubungan darat karena di antara beberapa sektor perhubungan seperti laut maupun udara belum bisa menjadi sarana optimal. Setelah itu, pada Masa Kabinet Juanda, dibentuk Departemen Perhubungan laut sebagai lembaga yang berdiri sendiri. Namun, pada Masa Kabinet Kerja I, Departemen Perhubungan berganti nama menjadi Departemen Distribusi. Sejarah ini berlanjut pada Masa Demokrasi Kabinet Terpimpin, Departemen Perhubungan berganti nama menjadi Kementerian Perhubungan.
Dikutip dari idntimes.com, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1971 melalui Keputusan Menteri Perhubungan nomor SK.247/G/1971 menghasilkan bahwa 17 September menjadi peringatan Hari Perhubungan Nasional. Tanggal ini ditetapkan melalui penggabungan beberapa hari bakti yang dimiliki sejumlah BUMN yang pada masa sebelumnya masih diperingati di tanggal yang berbeda-beda. Peringatan Harbubnas memiliki 3 tujuan utama, yaitu: pertama, meningkatkan rasa kebersamaan dan jiwa korsa warga Perhubungan serta dengan mitra kerja jasa perhubungan pada umumnya. Kedua, meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab untuk selalu ikut membudayakan peningkatan pelayanan yang lebih baik. Dan ketiga, meningkatkan penghayatan dan pengamalan 5 citra manusia Perhubungan.
Dikutip dari metroterkini.com, berdasarkan surat keputusan Jendral perkeretaapian nomor HK 209/4/11/DJKA/2022, tentang Panitia penanggung jawab penyelenggara peringatan Hari Perhubungan Nasional tahun 2022. Direktorat Jendral Perhubungan laut mendapat tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan kampanye keselamatan Transfortasi Laut dan gerakan bersih pantai. Sebagai komitmen Kementerian Perhubungan dalam mengurangi sampah plastik di laut, Sabtu 13 Agustus 2022 Kemenhub melalui kantor unit penyelengara Pelabuhan Kelas lll Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas Kabupaten Rokan Hilir Riau. Kegiatan Gerakan Bersih Laut dan Pantai ini berpusat di Pelabuhan Syahbandar Panipahan. Kegiatan ini dilakukan serentak di seluruh indonesia.
0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 17 AGUSTUS"
Post a Comment