RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 01 JANUARI

 
1 JANUARI 1947
AWAL PERANG 5 HARI 5 MALAM DI PALEMBANG

Meski pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah memproklamasikan Kemerdekaannya, bukan berarti Indonesia langsung bebas dari penjajahan. Justru setelah dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan Hatta, para penjajah yang sebelumnya berkuasa di Indonesia berusaha merebut kembali tanah jajahannya. Tak ayal usaha tersebut mendapatkan perlawanan dari rakyat Indonesia yang sudah merasa memiliki tanah air Indonesia secara penuh melalui proklamasi Kemerdekaan. Datangnya kembali para penjajah langsung disambut oleh para pejuang yang telah siap mengorbankan jiwa dan raganya demi mempertahankan Tanah Air Indonesia. Pasca Proklamasi, bangsa Indonesia secara cepat dan sigap segera membentuk pemerintahan sementara serta membentuk barisan pertahanan yang beranggotakan warga pribumi yang sempat mendapat pelatihan militer pada masa pendudukan Jepang. Pemerintah Indonesia membentuk TRI (Tentara Tepublik Indonesia) yang menjadi cikal bakal berdirinya TNI saar ini.

Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan pada moment dimana pasukan militer para penjajah tengah dikerahkan untuk menghadapi Perang Duna II. Namun, pasca berakhitnya Perang Dunia II, pasukan militer penjajah yang masih selamat mulai kembali ke tanah jajahannya, salah satunya adalah tentara kerajaan Belanda bersama tentara sekutu (NICA). Tentara sekutu (NICA) datang ke Indonesia untuk mengambil alih basis pertahanan milik Jepang, mereka datang dengan mendaratkan pasukan dibeberapa titik yang merupakan basis pertahanan, pusat pemerintahan dan pangkalan militer milik Jepang dan Belanda. Tempat-tempat yang didatangi pasukan Belanda dan Tentara Sekuru, diantaranya yaitu di Bandung, Surabaya, palembang dan dibeberapa tempat lainnya di kepulauan Indonesia. Di bandung terjadi pertempuran hebat hingga mendapat julukan "Bandung Lautan Api", di Surabaya terjadi perlawanan dari Arek-Arek Suroboyo hingga kota ini disebut sebagai "Kota Pahlawan", dan di Palembang terjadi pertempuran sengit selama 5 (lima) hari 5 (lima) malam

Pertempuran di Palembang ini berlangsung mulai dari ranggal 1 (satu) hingga tanggal 5 (lima) Januari 1947. Dikutip dari kompas.com, Konflik bermula saat Belanda ingin Palembang segera mengosongkan kotanya, namun keinginan Belanda tersebut langsung mendapat penolakan dari seluruh rakyat Palembang.  Penolakan tersebut akhirnya menimbulkan perlawanan dari kedua belah pihak, hingga terjadi baku tembak yang dimulai pada tanggal 1 Januari 1947. Pertempuran ini berawal dari kedatangan tentara Sekutu pada tanggal 12 Oktober 1945 dibawah kepemimpinan Letjen Carmichael bersama tentara Belanda (NICA). Semakin hari, jumlah pasukan NICA yang datang ke Palembang semakin bertambah. Sekutu kemudian meninggalkan Palembang pada 1946, yang kemudian kedudukan mereka di Palembang diserahkan kepada phak tentara Belanda pada tanggal 24 Oktober 1946. Hingga akhirnya Belanda meminta agar Palembang segera dikosongkan, untuk kemudian dikuasai secara penuh. 

Belanda ingin menguasai Palembang, karena Palembang merupakan salah satu wilayah strategis Indonesia. Selain itu, Palembang juga kaya akan sumber daya alamnya. Palembang juga berpotensi sebagai pusat pemerintahan, kekuatan militer, dan kegiatan politik maupun ekonomi di Sumatra Selatan. Akan tetapi keinginan Belanda tersebut ditolak oleh rakyat Palembang hingga berujung pertemputan. Bagi rakyat Palembang sendiri, pertempuran ini menjadi momentum perjuangan mereka untuk mempertahankan tanahnya agar tindakan penjajahan tidak terulang kembali pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dikutip dari tirto.id, Insiden pertama di Palembang sejak pelimpahan wewenang tersebut terjadi pada 28 Desember 1946 malam. Dua granat menghantam truk milik Belanda. Insiden ini menyebabkan dua orang tentara Belanda tewas dan dua lainnya mengalami luka-luka. 

Tanggal 29 Desember 1946, Tentara Republik Indonesia (TRI) yang menjadi cikal bakal lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dibantu oleh beberapa laskar pemuda setempat menyerbu pos-pos militer Belanda. Gubernur Sumatera Selatan kala itu, Mohamad Isa, membujuk TRI dan segenap laskar perjuangan untuk mundur pada 31 Desember 1946 demi menghindari jatuhnya korban. Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, tanggal 1 Januari 1957 sekitar pukul 5 pagi, Belanda melanggar garis demarkasi yang menyebabkan terjadinya insiden di daerah Palembang Ilir. Hal inilah yang menjadi pemicu pecahnya rangkaian pertempuran selama 5 hari berturut-turut atau yang disebut Perang Lima Hari Lima Malam di Palembang. Dikutip dari tirto.id, Pada pagi pertama pergantian tahun 1947 itu, mobil-mobil jip yang membawa penuh serdadu Belanda. 

Sebagian dari mereka melepaskan tembakan, sebagian lagi ada yang berhenti di simpang empat Masjid Agung Palembang sembari menyerang markas Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI) di Jalan Tengkuruk. Situasi ini membuat kaum pejuang dan militer Indonesia di Palembang memutuskan untuk bertindak. Pasukan TRI dan para laskar kemudian mengepung tempat-tempat kedudukan Belanda. Beberapa tokoh penting yang memimpin jalannya pertempuran dari pihak tentara dan pejuang Indonesia diantaranya adalah Kolonel Maludin Simbolon, Letnan Kolonel Bambang Utoyo, Mayor Rasyad Nawawi, dan Kapten Alamsyah. Pertempuran tanggal 1 Januari 1947 berhenti sementara pada pukul 15.00 WIB atau jam 3 sore setelah datang imbauan dari Panglima TRI Divisi II Kolonel Bambang Utoyo dan Gubernur Isa. Perang dihentikan setelah terjadinya kesepakatan gencatan senjata dari Indonesia dan Belanda. 

Namun, belum 1 jam persetujuan berjalan, Belanda justru mendatangkan 2 pesawat tempur udara, yaitu B-52 Mitcel untuk mengawal kereta berlapis baja yang membawa amunisi. Tindakan yang dilakukan Belanda tersebut dianggap provokasi yang menyebabkan pertempuran kembali pecah. Pasukan republik kemudian lebih gencar dalam melakukan serangan. Dikutip dari laman wikipedia.com, pusat pertahanan terkuat Belanda berada di Benteng Kuto Besak, Rumah Sakit Charitas dan Bagus Kuning (Plaju), Sementara kekuatan pejuang Palembang tersebar merata di setiap tempat-tempat pertahanan Belanda. Pada hari pertama setelah insiden penembakan di Jalan Tengkuruk, Para pejuang Palembang menyerbu dan mengepung pasukan Belanda yang bertahan di semua sektor yang telah mereka kuasai sebelumnya. 

Pertempuran berakhir hingga pukul lima sore, tetapi menjelang malam pasukan Belanda kembali menggempur menggunakan senjata lapis baja yang mengakibatkan beberapa tempat strategis dikuasai oleh Belanda seperti, kantor telegrap, kantor residen, kantor walikota, dan kantor pos. Menyusul pada hari kedua dan ketiga Belanda kembali menyerbu pusat pertahanan tentara dan para pejuang di area Masjid Agung Palembang, namun berhasil dihalau oleh Pasukan Batalyon Geni bersama laskar pejuang dan sejumlah tokoh masyarakat. Datang bala bantuan untuk Belanda namun dapat disergap oleh kesatuan yang dipimpin oleh Lettu Wahid Luddien. Pertempuran terus berlanjut di jantung Kota Palembang yang mengakibatkan banyak kehancuran. Belanda yang tak mau kalah kemudian mengerahkan kendaraan-kendaraan tempur berlapis baja, pesawat udara, bahkan kapal perang yang menyerang dari Sungai Musi, untuk membombardir Kota Palembang.

Pertempuran terus berlanjut dengan menyisakan kehancuran sebagian besar Kota Palembang. Pada hari keempat bala bantuan untuk pejuang Palembang tiba dari Lampung dibawah komando Mayor Noerdin Pandji dan dari Lahat yang dipimpin oleh Letjen Harun Sohar. Menjelang hari kelima pertempuran, setelah kekurangan pasokan logistik dan amunisi,  kedua belah pihak mengadakan pertemuan antar pimpinan sipil dan militer mereka yang memutuskan untuk melakukan gencatan senjata. Indonesia mengirim Dr. Adnan Kapau Gani sebagai utusan dari pemerintah pusat untuk melakukan perundingan dengan pihak Belanda. Hasil perundingan menyepakati beberapa hal, diantaranya yaitu:

  1. Pasukan bersenjata (militer), laskar-laskar pejuang, dan badan-badan perjuangan Indonesia harus mundur sejauh 20 kilometer dari titik 0 kilometer di pusat Kota Palembang.
  2. Pemerintahan sipil di bawah pimpinan Gubernur M. Isa beserta kepolisian serta angkatan laut yang dipimpin Komandan Resimen Mayor A.R Saroinson tetap berada di Kota Palembang.
  3. Pihak Belanda hanya boleh mendirikan pos-pos militer sejauh 14 kilometer dari pusat kota.
  4. Gencatan senjata berlaku mulai 6 Januari 1947 pukul 00.00 waktu setempat kemudian diikuti dengan pengunduran pasukan mulai pukul 06.00.
 
Kesepakatan gencatan senjata antara pemerintah Indonesia dan pihak Belanda ini mengakhiri pertempuran 5 hari 5 malam di Palembang yang berlangsung dari tanggal 1 Januari hingga 5 Januari 1947.

0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 01 JANUARI"

Post a Comment