RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 29 DESEMBER

 
29 DESEMBER 2003
ERSA SIREGAR, REPORTER SENIOR RCTI, TEWAS 
DALAM KONTAK SENJATA TNI - GAM DI ACEH
Sory Ersa Siregar atau yang akrab disapa Bang Ersa, adalah salah seorang wartawan Indonesia yang bekerja untuk Rajawali Citra Televisi Indonesi (RCTI) yang menjadi korban ketika meliput konflik Aceh pada tahun 2003. Pria kelahiran Brastagi, Sumatra Utara pada tanggal 4 Desember 1951 ini mulai bergabung dan berkarier untuk RCTI pada tahun 1993. Sebelum bergabung dengan RCTI, Ersa pernah bekerja untuk TVRI menjadi pembaca berita di Dunia Dalam Berita antara tahun 1978 sampai dengan tahun 1993. Ersa juga pernah berkarier di PT. Fesda, PT. Satmarindo, Majalah Suasana dan Majalah Keluarga. 
 
ersa-siregar-wartawan-senior-rcti-yang-tewas-saat-disandera-gam-www-agniamedia-com

Ersa sendiri merupakan anak pertama dari sepuluh bersaudara pasangan Baginda Madjid Siregar serta Nurmia Boru Harahap. Setamat bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan, Ersa kemudian merantau ke Jakarta. Dia juga sempat kuliah di sebuah akademi perbankan. Selain itu, beliau juga sempat belajar jurnalistik di Jakarta. Sambil menempuh pendidikan kuliah, Ersa juga bekerja. Saat bergabung dengan RCTI, Ersa Siregar mengawali kariernya sebagai penerjemah/produser, lalu berubah menjadi koordinator daerah, lantas koordinator liputan (korlip) pariwisata, lifestyle dan entertainment, Koordinator Bidang Hukum dan Kriminal kota, dan mulai 16 November 2001 hingga tewas tertembak, posisinya adalah sebagai Koordinator Liputan.

Dikutip dari lamam berita liputan6.com,  Ersa merupakan seorang wartawan yang dikenal ulet dan tekun dalam bekerja. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang tegas dan tak kenal lelah sekaligus humoris. Pengalaman Ersa juga tak perlu diragukan lagi sebagai reporter senior dalam dunia pers Indonesia. Sebelum peristiwa penyanderaan oleh GAM dan akhirnya ditemukan telah tewas, pria yang telah dikenal menjadi wartawan sejak tahun 1987 ini pernah ditugaskan ke sejumlah negara guna meliput berbagai kegiatan penting. Maka tak heran, jika Aliansi Jurnalis Independen atau AJI pernah memberikan penghargaan Udin Award 2003 kepada Ersa atas segala dedikasi yang telah diberikan kepadanya.
 
buku-antara-hidup-dan-mati-karya-fery-santoro-memuat-kisah-detail-ersa-dkk-www-agniamedia-com
 
Dikutip dari tirto.id, Ferry Santoso, seorang kamerawan RCTI yang merupakan rekan dari Ersa Siregar, menceritakan pengalamannya saat mereka berdua ditawan oleh anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saat sedang bertugas melakukan liputan hasil operasi Pasukan Marinir TNI di Kuala Langsa, Aceh. Ferry Santoso menceritakan bahwa pada Minggu Sore tanggal 29 Juni 2003, seusai solat ashar dalam perjalanan Langsa ke Lhokseumawe untuk balik ke pos mereka. Di perjalanan, mobil Toyota Kijang dengan plat BK 1753 CO yang ditumpangi mereka dihadang oleh sekelompok orang setelah baru melaju sekitar 200 meter dari masjid. Sekelompok pria bersenjata menghadang dan memaksa mereka untuk turun. Kelompok itu muncul dari kiri-kanan selokan jalan di lokasi kejadian.

Ada lima orang, termasuk sopir di dalam mobil itu. Selain Ersa, Safrida, Ferry Santoro, juga ada Soraya, adik Safrida. Sejak sore itu, kelimanya diculik dan menjadi tawanan para pemuda yang merupakan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).  Rekan-rekan Ersa dan Ferry yang berada di pos mereka di Lhokseumawe mulai cemas karena mereka harusnya sampai hari Minggu sore itu. Pada hari itu Ersa bahkan sempat mengirimkan laporan tentang hasil liputan operasi di Kuala Langsa kepada rekan-rekan yang ada di Pos RCTI di Lhokseumawe. Dalam laporannya tersebut, Ersa juga sempat bilang ke rekan-rekannya, akan kembali ke Jakarta keesokan hari sebab sudah berjanji pada istrinya untuk mengajak liburan.
 
ersa-siregar-saat-disandera-oleh-gam-www-agniamedia-com
 
Sampai Senin, pihak RCTI maupun keluarga tak kunjung mendapat kabar dari Ersa dan Ferry. Segenap jurnalis di Lhokseumawe langsung menghubungi kontak-kontak petinggi GAM yang mereka punya, menanyakan keberadaan Ersa dan Ferry. Rekan-rekan pos RCTI di Lhokseumawe juga melakukan pencarian, mereka meluncur ke Kuala Langsa, menanyai kedai-kedai di sekitaran pelabuhan. Seorang perempuan di satu kedai sempat bilang ia melihat Ersa dan Ferry. Dia ingat melihat simbol RCTI di atribut yang dipakai sang reporter. Tim pencarian lalu menyusuri jalan Medan-Banda Aceh, menanyai orang-orang di SPBU, kedai kopi, rumah makan, dan sebagainya. Namun, tak satupun dari mereka melihat Ersa dan Ferry.

Tiga hari setelah Ersa dan Ferry hilang, barulah kru RCTI mendapat kepastian dari Juru Bicara GAM. Mereka membenarkan bahwa Ersa, Ferry, dan tiga orang lainnya yang satu mobil menjadi tawanan GAM kelompok Ishak Daud, seorang Panglima GAM tertinggi di Aceh Timur. Ferry menulis buku berjudul Antara Hidup dan Mati: 325 Hari Bersama GAM (2006). Dari buku ini terungkap detail kisah penyanderaan bermula. Saat hari kejadian penyanderaan, para anggota GAM menghadang mobil Kijang lalu masuk ke dalam mobil yang ditumpangi Ersa, Ferry dan penumpang lain. Ersa yang duduk di kursi depan ditarik dan didorong untuk kemudian duduk di kursi paling belakang. Begitu pula dengan sang sopir.
 
ersa-siregar-bersama-keempat-rekannya-saat-ditawan-gam-www-agniamedia-com
 
Salah satu anggota GAM mengambil kemudi, satunya duduk di depan. Safrida dan Soraya duduk di tengah, diapit dua personel GAM. Ersa, Rahmatsyah, Ferry, dan satu anggota GAM duduk berdesakan di belakang. Mata mereka ditutup dan baru dibuka saat tiba di lokasi tujuan—hamparan sawah yang sangat luas. Kelimanya tak tahu mereka ada di mana. Mereka lalu diinterogasi. Usai diinterogasi, mereka diajak berjalan menelusuri sawah, lalu ke perbukitan dan gunung di ujungnya. Sampai tibalah mereka di satu gubuk. Di gubuk itu, Safrida diinterogasi lagi. GAM curiga ia adalah mata-mata. Safrida adalah istri tentara, begitu juga adiknya, Soraya. Pada Kamis, 3 Juli 2003, Ersa diberi kesempatan untuk bicara dengan rekannya di RCTI. Ia memberitahu bahwa mereka dalam keadaan sehat. Ia juga meminta rekannya menyampaikan kabarnya kepada keluarga di Jakarta.

Tepat sepekan setelah penculikan, 6 Juli 2003, Ishak menggelar konferensi pers dengan RCTI guna memberitahu publik bahwa Ersa, Ferry, dan tawanan lainnya dalam keadaan sehat dan diperlakukan dengan baik. Mereka dibolehkan bicara apa saja, kecuali satu hal, memberitahu di mana mereka berada. Sampai pertengahan Desember 2003, para tawanan tak kunjung dibebaskan, tetapi mereka juga tidak disakiti atau dibunuh. Ishak kemudian bersedia membebaskan mereka, namun ada syaratnya, yaitu TNI harus menyetujui gencatan senjata selama dua hari di lokasi pembebasan tawanan. Pihak TNI tak setuju, namun mereka meminta para tawanan diletakkan di satu tempat, lalu dijemput. Sementara pihak GAM bersikeras untuk menyerahkan para sandera itu secara langsung.

Pada Sabtu, 27 Desember 2003, Ishak mengatakan bahwa pihaknya akan menyerahkan tawanan mereka  lewat TNI. Namun, sampai Senin pagi, 29 Desember 2003, belum juga ada kesepakatan antara TNI dan GAM. Siang harinya, terjadi kontak senjata antara GAM dan TNI di Desa Kuala Manihan, Simpang Ulim, Aceh Timur. Ersa ada di lokasi, bersama sejumlah anggota GAM. Naas, Ersa tertembak dan tak selamat bersama satu anggota GAM. Dua peluru TNI menembus leher dan dada Ersa. Panglima Kodam Iskandar Muda yang juga penguasa darurat militer Mayjen TNI Endang Suwarya, seperti dituliskan oleh Tempo edisi 30 Desember 2003, sempat mengungkapkan belum dapat memastikan asal peluru yang menewaskan Ersa. Namun, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (KSAD) saat itu Ryamizard Ryacudu mengungkapkan secara tersirat, bahwa Ersa tewas karena peluru TNI.
 
ersa-siregar-dimakamkan-di-tpu-astana-raga-www-agniamedia-com
 
Ersa tewas karena dua tembakan, masing-masing di leher, yang tembus hingga ke tangan kanan dan di dada, yang tembus hingga ke punggung. Ferry Santoso yang ikut disandera bersama Ersa baru berhasil dibebaskan pada malam tahun baru 2004. Ia dibebaskan dengan diplomasi yang dilakukan organisasi pers dan Palang Merah Internasional (PMI). Setelah sempat dibawa ke Rumah Sakit Korem Lilawangsa, di Lhokseumawe, Aceh Utara, jenasah Ersa dibawa naik helikopter jenis Balco milik TNI AL ke Medan. Jenazah Ersa kemudian dimakamkan pada tanggal 30 Desember 2003 pukul 15.00 WIB. Prosesi pemakaman Ersa dihadiri oleh ribuan orang, jenasah dibawa dari rumah duka di jalan Raya Tuntang No. 25 Perumnas II Karawaci hingga menuju Tempat Pemakaman Umum (TPU) Astana Raga II di Kampung Carang Pulang, Desa Medang, Pagedangan-Legok. 

Dikutip dari tempo.co, Pemimpin Redaksi RCTI, Derek Manangka, kepada sejumlah wartawan juga menuturkan, pihaknya sudah berusaha agar membebaskan Ersa dan kameramen Fery Santoro. Tetapi upaya itu tidak begitu gampang dilakukan. Derek mengatakan, 29 Juli itu sebenarnya adalah hari terakhir sejumlah repoternya yang bertugas di Nanggroe Aceh Darussalam. "Itu sebenarnya hari terakhir, karena pada tanggal 30-nya Ersa mestinya kembali ke Jakarta, tetapi justru Ersa ditawan." Selama enam bulan Ersa disandera GAM, RCTI juga memberikan dukungan moril kepada keluarga. Derek menyatakan RCTI akan membantu sepenuhnya kehidupan keluarga setelah ditinggal almarhum. Almarhum meninggalkan seorang istri bernama Tuty Komala Bintang Hasibuan dan tiga orang anak yang masing-masing bernama Ridhwan Ermalamora Siregar (20 tahun), Syawaluddin Ade Syahfitrah Siregar (19 tahun) dan Meiliani Fauziah Siregar (17 tahun).

Pada tanggal 22 Januari 2004, Polda Sumatera Utara berhasil menangkap dua tersangka penyandera wartawan dan kamerawan RCTI, Ersa Siregar dan Fery Santoro, beserta tiga sandera lainnya. Kepala Satuan I Reskrim Polda Sumatera Utara, Ajun Komisaris Besar Polisi Mardi Rukmianto menyatakan bahwa penangkapan itu terjadi pada tanggal 22 Januari 2004 sore hari, bahwa dari hasil pemeriksaan sementara diketahui kedua orang akan menyeberang ke Malaysia untuk menemui Tengku Ishak Daud di Port Klang, Malaysia. Kedua tersangka, kata Mardi, mengaku terlibat langsung dalam aksi penyanderaan dan penculikan terhadap rombongan wartawan RCTI Ersa Siregar dan juru kameranya Fery Santoro, bersama dengan tiga orang lainnya. Selama kurang lebih dua minggu mereka selalu mengawal kelima sandera dari desa ke desa lain. 

Bersama kedua anggota GAM tersebut, turut disita pula beberapa barang bukti berupa dua buah KTP palsu dan satu buah pisau lipat. Kedua tersangka juga mengaku pernah terlibat dalam beberapa aksi peledakan di markas TNI dan Polri, serta terlibat dalam upaya penyerangan terhadap pasukan TNI yang sedang berpatroli di wilayah Aceh. Sementara itu dikutip dari detik.com, Panglima Operasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Peureulak Ishak Daud, yang menjadi dalang penculikan Ersa Siregar dan kawan-kawan tewas pada tanggal 8 September 2004 di Desa Babah Krueng, Kecamatan Peureulak Timur, Aceh Timur. Ishak Daud tewas setelah dilumpuhkan 14 prajurit TNI yang berasal dari pasukan Yonif Raider 500 dan dua anggota Kopassus, selain Ishak, istrinya Cut Rostina dan 11 orang anak buahnya juga tewas. Setelah itu pada Rabu tanggal 22 September 2004, 647 personel Batalyon Infanteri 527/Baladibya Yudha, Kodam V Brawijaya, dipulangkan ke kesatuannya. Mereka pulang melalui Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya, Aceh Besar.

0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 29 DESEMBER"

Post a Comment