28 DESEMBER 1949
KEMBALINYA PRESIDEN SOEKARNO KE JAKARTA
KEMBALINYA PRESIDEN SOEKARNO KE JAKARTA
Pada tanggal 28 Desember 1949, pesawat Dakota milik Garuda Airways yang membawa Presiden Soekarno mendarat di Bandara Kemayoran Jakarta. Pada hari itu Presiden Soekarno kembali menginjakkan kakinya di tanah Jakarta setelah sekitar 4 (empat) tahunlamanya beliau meninggalkan Jakarta untuk mengungsi di Yogyakarta. Hari itu, kedatangan Presiden Soekarno disambut oleh banyak pihak, diantaranya ada Letnan Kolonel Daan Yahya, Sri Sultan Hamengkubuwono, dan Wakil Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel Tahi Bonar Simatupang. Perlu diketahui bahwa Presiden Soekarno mengungsi ke Yogyakarta disebabkan karena situasi yang tidak kondusif di Jakarta sejak kedatangan kembali tentara sekutu bersama Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) yang ingin merebut kembali Ibukota Jakarta pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Tentara Sekutu yang diboncengi oleh NICA tiva di elabuhan Tanjung Periok pada tanggal 16 September 1945. Tujuan mereka datang adalah untuk memulangkan tentara Jepang dan membebaskan para tawanan perang, serta upaya merebut kembali ibu kota Republik Indonesia. Kedatangan tentara Sekuru bersama NICA ini kemudian mengakibatkan ketegangan antara rakyat Indonesia dengan Belanda. NICA merebut dan membuka kembal kantor di bawah kendali H.J van Mook. Berbagai upaya penculikan dan pembunuhan dilakukan pihak Belanda, bahkan pada 26 Desember 1945, Perdana Menteri Sutan Sjahrir nyaris terbunuh saat dikejar oleh segerombolan orang bersenjata menggunakan truk. Upaya pembunuhan Sutan Sjahrir dapat digagalkan oleh Polisi Militer Inggris yang sedang berpatroli. Tak hanya Sjahirir, Presiden Soekarno pun juga beberapa kali mendapat ancaman dan teror.
Melihat situasi Jakarta yang semakin kacau, Presiden Soekarno memutuskan untuk menggelar rapat terbatas pada 1 Januari 1946 dan memilih Yogyakarta sebagai pusat Pemerintahan. Kemudian pada 3 Januari 1946, rombongan Soekarno-Hatta dan para menteri kabinet RI, meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta. Sementara itu, pada 4 Januari 1946, Wakil Menteri Penerangan RI, Ali Sastroamidjojo dalam siaran RRI mengumumkan secara resmi pemindahan pemerintahan RI ke Yogyakarta. Kemudian sebagai upaya untuk meredam ketegangan antara Indonesia dengan Belanda atas pengakuan kedaulatan Tepublik Indonesia maka digelarlah perundingan De Ronde Tafel Conferentie (RTC) atau yang sering disebut sebagai Konferensi Meja Bundar (KMB). Konferensi Meja Bundar (KMB) ini diadakan pada tanggal 27 Desember 1949 dan bertempat di Denhaag, dimana Indonesia diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwana, sedangkan pihak Belanda diwakili A.H.J Lovink yang menjabat sebagai Wakil Mahkota Belanda di Indonesia.
Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) ini akhirnya kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dan menjadi tanda bahwa rakyat Indoneisia telah benar-benar medapatkan kemerdekaan Indonesia. Keberhasilan Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB) berawal dari tersudutnya pihak Belanda di kancah Internasional akibat Agresi Militer II yang terjadi pada 18 Desember 1948. Perlu diketahui bahwa peristiwa Agresi Militer Belanda II ini sempat membuat Belanda berhasil menduduki Yogyakarta, hanya dalam waktu sehari. Pada peristiwa tu pula, pihak Belanda juga melakukan penangkapan terhadap para pemimpin Republik Indonesia, seperti Agus Salim, Soekarno, Hatta, dan seluruh jajaran kabinet yang dibentuk kala itu. Penangkapan beberapa tokoh Republik tersebut menguntungkan pihak Indonesia. Pasalnya, hal ini membuat keberpihakan dunia terhadap Indonesia dan diplomasi yang dilakukan para pemimpin Republik sukses menyudutkan Belanda.
Setelah melewati beberapa perjanjian, seperti Linggarjati, Renville, hingga Roem-van Roijen, akhirnya pada 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan RI, akhirnya Soekarno pada tanggal 28 Desember 1949 kembali ke Jakarta. Setelah mendarat, Soekarno yang didampingi Sri Sultan, menaiki mobil kap terbuka dan beriringan menuju Istana Negara. Kedatangan Bung Karno di Jakarta disambut oleh massa dengan gegap gempita. Pekikan "Merdeka!" "Merdeka!" bersahut-sahutan sesaat setelah Bung Karno sampai di istana. Didampingi Letnan Kolonel Daan Yahya dan beberapa pembesar lain, Soekarno berdiri di beranda dan berpidato yang membuat rakyat semakin bersorak sorai. Massa berkerumun di depan istana, meluber hingga kawasan sekitar tanah lapang yang kini jadi Lapangan Monas. Hanya segelintir massa yang terjangkau oleh Presiden disalami satu persatu. Mereka tak hanya di lapangan terbuka. Ada yang naik ke atas pohon atau di atap mobil.
“Merdeka! Merdeka!” menjadi pekikan pembuka tatap muka Sukarno bersama massa yang mengelu-elukannya. Pekikan itu diteriakkan berulang-ulang oleh massa sambil mengangkat tangan kanan yang mengepal. Ketika hendak membuka pidato singkatnya, agar massa tenang dan mendengar, barulah Sukarno berseru: "Diam! Diam!”. Berikut adalah penggalan dari pidato yang disampaikan Soekarno kepada warga masyarakat yang berkumpul kala itu:
"Saudara-saudara sekalian.
Alhamdulillah
saya ucapkan di hadirat Allah subhanahu wa ta'ala.
Ini hari aku telah menginjak lagi bumi Jakarta.
Sesudah hampir empat tahun lamanya
saya tidak bersua dengan saudara-saudara".
"Empat kali 365 hari saya berpisah
dengan rakyat Jakarta
laksana rasanya seperti berpisah
40 tahun, saudara-saudara."
"Kepada pegawai, kepada saudara-saudara Marhaen,
saudara-saudaraku tukang becak,
saudara-saudaraku tukang sayur,
saudara-saudaraku pegawai yang sekecil-kecilnya,
tidak ada satu yang terkecuali.
Semuanya, saudara-saudara, saya sampaikan salamku
kepada saudara-saudara sekalian...
Alhamdulillah.
Sekarang di halaman ini telah berkibar
Sang Dwi Warna"
Kembalinya Soekarno tersebut, secara otomatis menandai Jakarta sebagai pusat Pemerintahan, setelah sebelumnya pindah di Yogyakarta selama empat tahun. Pada hari bersejarah itu, Bung Karno mulai menyebut Istana Gambir sebagai Istana Merdeka. Menurut Adolf Heuken sebagaimana yang pernah ia tulis dalam Medan Merdeka, berjudul "Jantung Ibukota RI" yang terbit tahun 2008, “Nama Istana Merdeka didapat dari pekikan rakyat: Merdeka, waktu upacara penurunan bendera Belanda, yang diganti dengan bendera Indonesia Merah Putih, pada 27 Desember 1949.” Pekikan merdeka memang setidaknya sudah disorakkan ketika bendera merah-putih berkibar di depan Istana pada 27 Desember. Esoknya, 28 Desember, kata "merdeka" jelas berkali-kali dipekikkan lagi oleh suara yang jauh lebih ramai.
Pada tanggal 28 Desember 1949 itu pula, Presiden Soekarno beserta keluarganya langsung mendiami Istana Merdeka untuk pertama kalinya. Pada masa awal-awal Soekarno menjadi Presiden, beliau tetap tinggal ditumahnya yang terletak di Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Di Istana Merdeka, Presiden Soekarno memakai sebuah ruang di sisi timur Istana Merdeka sebagai kamar tidurnya. Ruang tidur itu berseberangan dengan ruang kerjanya dan dipisahkan oleh bangsal luas yang dikenal sebagai Ruang Resepsi. Sedangkan sisi barat depan Istana Merdeka dipergunakan bagi kegiatan-kegiatan resmi. Di masa Sukarno, jika presiden sedang di Istana, sebuah bendera kuning dengan bintang emas dikibarkan di atas istana. Di masa Soeharto hal ini tidak dilakukan lagi. Soeharto sendiri tidak tinggal di Istana ketika menjadi Presiden.
0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 28 DESEMBER"
Post a Comment