ISLANDIA UJI COBA KERJA 4 JAM SEHARI, TERBUKTI TAK KURANGI PRODUKTIVITAS

 
Islandia akan membuat kebijakan pengurangan jumlah jam kerja menjadi hanya empat hari dalam seminggu, hal ini dilakukan setelah Islandia berhasil melakukan uji coba pengurangan jumlah jam kerja selama beberapa waktu. Pengurangan jam kerja ini ternyata tidak mengurangi produktivitas para pekerja, namun justru malah meningkatkan produktivitas para pekerjanya, hal inilah yang berhasil dibuktikan melalui serangkaian uji coba. Hasil uji coba ini juga menunjukkan kesejahteraan pekerja meningkat secara substansial di berbagai metrik, termasuk stres dan rasa penat yang dialaminya. Sebenarnya, sebelum diterapkan di Islandia, kebijakan pengurangan jam kerja menjadi empat hari dalam seminggu sebelumnya telah diterapkan di beberapa negara seperti Selandia Baru, Jerman, serta Spanyol.

Uji coba yang dilakukan di Islandia yaitu, melakukan pengurangan jam kerja, namun tanpa mengurangi gaji. Kebijakan Islandia dalam menerapkan uji coba empat hari kerja selama seminggu tersebut disebut sebagai bukti terobosan untuk kemanjuran pengurangan waktu kerja. Dalam uji coba tersebut diberlakukan durasi jam kerja sebanyak 35 - 36 jam kerja per minggu, dimana aturan sebelumnya meberlakukan jam kerja 40 jam per minggu. Setelah dilakukan uji terebut, sejumlah pekerja melaporkan bahwa stres mereka berkurang, kesehatan mental serta keseimbangan antara dunia kerja dan dunia pribadi meningkat. Selain itu mereka juga melaporkan bisa menghabiskan waktu lebih dengan keluarga, melakukan hobi dan menyelesaikan pekerjaan rumah.

Studi ini dilakukan pada tahun 2015 dan 2019, melibatkan beberapa rumah sakit hingga perkantoran dalam kurun waktu empat tahun, serta melibatkan sebanyak 2500 pekerja Islandia, atau sekitar 1% dari seluruh pekerja di Islandia. Will Stronge, seorang Direktur Riset Autonomy mengatakan bahwa ini merupakan uji coba terbesar di dunia terkait jam kerja. Ia mengatakan, "Uji coba terbesar di dunia terkait pengurangan jam kerja per minggu pada sektor publik ini, terbilang luar biasa sukses". Setelah terbukti sukses, kini 86% pekerja Islandia memilih mengurangi jam kerja atau punya hak untuk melakukannya. Dalam laporan penelitian ini, didrbutkan bahwa, "Uji coba kedua, banyak pekerja menyatakan bahwa setelah memulai bekerja lebih sedikit. Mereka merasa lebih baik, lebih berenergi, dan stres berkurang. Sehingga mereka memiliki lebih banyak energi untuk kegiatan lain, seperti olahraga, bersama teman, dan hobi. Alhasil membawa efek positif pada pekerjaan mereka."

Studi ini diterjemahkan tak hanya sebatas pada pengurangan jam kerja, namun lebih jauh lagi bisa diterjemahkan menjadi lebih sedikit stres di rumah dan kesejahteraan sosial yang lebih luas. Salah seorang pekerja yang telah mengikuti uji coba ini mengatakan, "Kebijakan ini menunjukkan peningkatan rasa hormat terhadap individu. Bahwa kita bukan hanya mesin yang hanya bekerja sepanjang hari. Kemudian tidur dan kembali bekerja. Kami adalah orang-orang dengan keinginan dan kehidupan pribadi, keluarga dan hobi." Studi yang dilakukan platform London di Inggris buktikan bahwa pengurangan jam kerja juga kurangi jejak karbon. Gudmundur Haraldsson, seorang peneliti di Autonomy dan Asosiasi Demokrasi Berkelanjutan (ALDA) mengatakan, "Uji coba buktikan bahwa tak hanya bekerja lebih sedikit di zaman modern itu mungkin untuk dilakukan, perubahan progresif juga bisa terjadi". 

Uji coba serupa kini sedang dijalankan di seluruh dunia, termasuk di Spanyol dan oleh Unilever di Selandia Baru. Spanyol sedang menguji coba empat hari kerja seminggu untuk sejumlah perusahaa akibat pandemi virus corona. Unilever di Selandia Baru juga memberi staf kesempatan untuk memotong jam kerja mereka sebesar 20% tanpa mengurangi gaji mereka selama percobaan.

JAM KERJA BERLEBIHAN, TINGKATKAN RESIKO KELAINAN JANTUNG
Jam kerja yang berlebihan merupakan salah satu masalah yang dihadapi banyak orang. Padahal jam kerja terlalu lama bisa berdampak negatif pada kualitas hidup seseorang, bahkan dapat menimbulkan berbagai penyakit. Dilansir dari kompas.com, Penelitian mengungkapkan bahwa jam kerja yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan pembuluh darah seperti stroke. Bahkan diketahui bisa memicu gangguan irama jantung, yang lebih sering dikenal sebagai fibrilasi atrial. Fibrilasi atrial merupakan salah satu kelainan pada irama denyut jantung. Penyakit ini dapat terjadi karena adanya gangguan hantaran listrik pada jantung yang mengontrol irama denyut jantung normal, sehingga mengakibatkan perubahan irama jantung.

Perubahan irama denyut jantung ini pada akhirnya dapat menyebabkan penderitanya merasa berdebar-debar serta mungkin merasa sesak di dada, lelah, dan sakit kepala. Fibrilasi atrial juga dapat terjadi tanpa gejala. Namun, sangatlah penting untuk mendeteksi penyakit ini sedini mungkin karena penyakit ini dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke sampai lima kali lipat. Fibrilasi atrial juga dapat mengakibatkan gagal jantung dan demensia. Beberapa faktor pemicu terjadinya penyakit fibrilasi atrial antara lain seperti gangguan jantung dan paru-paru, serta darah tinggi. Penyakit-penyakit tersebut dapat memicu terjadinya fibrilasi atrial. Namun, sejumlah penelitian juga mengungkapkan faktor pemicu lain seperti merokok, obesitas, konsumsi minuman beralkohol, serta hipertensi alias tekanan darah tinggi.

Selain itu, faktor gaya hidup dan tekanan psikologis juga dapat menjadi pemicu terjadinya kelainan jantung. Salah satu faktor penyebab tekanan psikologis (juga disebut stres psikososial) adalah jam kerja yang berlebihan. Ya, jam kerja terlalu lama bisa menjadi potensi pemicu penyakit fibrilasi atrial. Penelitian Professor Mika Kivimaki dari University College, London, mengungkapkan bahwa pekerja yang memiliki jam kerja terlalu lama setiap minggunya lebih berisiko menderita gangguan irama jantung atau fibrilasi atrial. Hal ini terjadi pada karyawan yang umumnya bekerja lebih dari 55 jam per minggu (misalnya 11 jam selama 5 hari kerja setiap minggunya) dibandingkan dengan pekerja yang memiliki jam kerja normal, yakni 41-48 jam per minggu.

Maka, penting bagi setiap orang untuk menyeimbangkan jam kerja dengan aktivitas lain yang tak kalah produktif. Misalnya berolahraga, berwisata, beristirahat yang cukup, menyiapkan makanan yang sehat dan bergizi baik, atau berelaksasi dengan meditasi. Bila jam kerjamu di kantor memang lama, usahakan untuk tetap memilih makanan sehat, berhenti merokok, hindari konsumsi alkohol, dan tetap berolahraga ringan di sela-sela kegiatan.

OPSI EMPAT HARI KERJA MAKIN POPULER

Gagasan tentang empat hari kerja dalam seminggu terus mendapatkan daya tarik di seluruh dunia. Selain Spanyol dan Unilever di Selandian Baru, negara Jepang juga mulai menerapkan uji coba ini. Di Jepang, pemerintah merekomendasikan agar perusahaan mengizinkan staf mereka memilih opsi empat hari kerja seminggu untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Keuntungan bagi perusahaan adalah, perusahaan bisa mempertahankan staf yang potensial dan berpengalaman, yang mungkin harus meninggalkan perusahaan karena tanggung jawab keluarga. Di Jerman, serikat pekerja terbesar, IG Metall, menyerukan minggu yang lebih pendek, dengan alasan langkah itu akan menyelamatkan ribuan pekerjaan yang terancam oleh transformasi industri mobil menuju era mobil listrik.

DAMPAK DARI JAM KERJA BERLEBIH

Bekerja berjam-jam secara perlahan akan membuat kurang produktif dan mempengaruhi kesehatan mental untuk jangka panjang. Sebagaimana dikutip dari Times of India, berikut ini ada enam dampak yang akan terjadi jika kita melakukan kebiasaan bekerja selama berjam-jam / bekerja dengan jam berlebih, diantaranya yaitu:

Produktivitas berkurang
Sebuah penelitian menyatakan peserta yang bekerja selama 40 jam dan menambahkan 20 jam lagi ke jadwal mencatat peningkatan produktivitas selama beberapa minggu pertama. Namun, setelah itu mulai mengalami hal negatif dan tingkat produktivitas turun ke tingkat yang sangat rendah. Ini membuktikan orang akan menghadapi tingkat produktivitas yang rendah jika terus bekerja lebih lama dari yang dibutuhkan.

Merusak kesehatan
Kesehatan memburuk karena kelelahan akibat kerja berlebihan. Anda mungkin merasa sangat mengantuk, lelah, stres, sakit kepala, dan bahkan jengkel pada hal-hal kecil. Jika ini tidak ditangani, produktivitas kerja akan memburuk dan tentunya membahayakan hidup.

Tidak ada kehidupan sosial
Terlalu banyak pekerjaan membuat sering mengabaikan kehidupan sosial. Alhasil, menyebabkan keretakan dalam hubungan dan keluarga karena ketidakmampuan memberi mereka waktu. Mencapai keseimbangan kehidupan kerja yang baik sulit. Waktu untuk keluarga sama pentingnya dengan pekerjaan.

Rawan kecelakaan
Ketika stres dan lelah, Anda cenderung melakukan hal-hal yang salah. Tetapi, yang lebih berbahaya adalah ancaman keselamatan. Anda lebih rentan terhadap kecelakaan dan cedera karena tidak berada di puncak kapasitas mental. Anda tidak boleh mengabaikan kemungkinan ini. Lebih baik aman daripada menyesal.

Serangan jantung dan kerusakan otak
Laporan menunjukkan kemungkinan serangan jantung meningkat sebesar 67 persen bagi yang cenderung bekerja lebih dari 40-45 jam. Tekanan ekstra berdampak buruk pada jantung dan juga otak. Faktor-faktor lain seperti tekanan darah naik, migrain, hingga diabetes.

Obesitas
Waktu yang dihabiskan untuk bekerja dapat mempengaruhi aktivitas lain di siang hari, seperti berjalan, berolahraga, memasak, dan tidur, yang merupakan faktor risiko utama obesitas. Sambil duduk di sofa selama berjam-jam, Anda juga cenderung mengunyah makanan cepat saji untuk mendapatkan kenyamanan dan itu merupakan faktor penyebab kenaikan berat badan yang ekstrem.

0 Response to "ISLANDIA UJI COBA KERJA 4 JAM SEHARI, TERBUKTI TAK KURANGI PRODUKTIVITAS"

Post a Comment