RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 30 OKTOBER

 
30 OKTOBER 
DIPERINGATI SEBAGAI HARI OEANG INDONESIA
Peringatan hari Oeang Indonesia tak lepas dari sejarah ORI (Oeang Republik Indonesia) yang ditetapkan sebagai alat tukar. Penetapan Hari Oeang ini didasarkan pada beredarnya ORI untuk pertama kalinya, yaitu tanggal 30 Oktober 1946 pukul 00.00 WIB. Penerbitan ORI didasarkan pada Undang-Undang tertanggal 1 Oktober 1946. Satu hari sebelum penerbitan ORI, yaitu tanggal 29 Oktober 1946, Wakil Presiden Mohammad Hatta terlebih dahulu memberikan pidatonya yang disiarkan melaluiRadio Republik Indonesia (RRI) yang berpusat di Yogyakarta. Dalam Pidato tersebut, Mohammad Hatta menggelorakan semangat bangsa Indonesa sebagai negara berdaulat dengan diterbitkannya mata uang ORI.

Hatta mengatakan, “Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadapi penghidupan baru. Besok mulai beredar Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak laku lagi. Beserta uang Jepang itu ikut pula tidak laku uang Javasche Bank. Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan Negara”. 

Sebelum ORI (Oeang Republik Indonesia) diterbitkan, pasca proklamasi kemerdekaan, yaitu tanggal 1 Oktober 1945, Pemerintah Indonesia menetapkan berlakunya mata uang bersama yaitu uang De Javasche Bank, uang Hindia Belanda dan uang Jepang. Kementerian Keuangan Indonesia sendiri baru dibentuk pada 19 Agustus 1945 bersama dengan 11 Kementerian lainnya. Menteri keuangan A.A Maramis pada 29 September 1945 mengeluarkan Dekrit dengan tiga keputusan penting, yaitu: 

  1. Tidak mengakui wewenang pemerintahan tentara Jepang untuk menerbitkan dan menandatangani surat-surat perintah membayar sejumlah uang dan dokumen lain yang berhubungan dengan pengeluaran negara.
  2. Hak dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang diserahkan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk dan bertanggungjawab pada Menteri Keuangan.
  3. Kantor-kantor kas negara dan semua instansi yang melakukan tugas kas negara (kantor pos) harus menolak pembayaran atas surat perintah membayar uang yang tidak ditandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara. 

Indonesiapun mulai semakin mempertegas posisinya, dimana pada tanggal 2 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah Republik Indonesia yang menetapkan bahwa uang NICA tidak berlaku di wilayah Republik Indonesia. Sehari setelahnya, keluar Maklumat Presiden Republik Indonesia tertanggal 3 Oktober 1945 yang menentukan jenis-jenis uang sementara yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, setidaknya ada empat mata uang yang sah saat itu, yaitu:

  1. Uang kertas De Javasche Bank, sisa zaman kolonial Belanda
  2. Uang kertas dan logam pemerintah Hindia Belanda yang telah disiapkan Jepang sebelum menguasai Indonesia yaitu DeJapansche Regering dengan satuan gulden yang dikeluarkan tahun 1942
  3. Uang kertas pendudukan Jepang yang menggunakan Bahasa Indonesia yaitu Dai Nippon emisi 1943 dengan pecahan bernilai 100 rupiah
  4. Uang Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi 1943 bergambar Wayang Orang Satria Gatot Kaca bernilai 10 rupiah dan gambar Rumah Gadang Minang bernilai 5 rupiah.

Pasca dikeluarkannya maklumat tersebut, Menteri Keuangan A.A Maramis membentuk Panitia Penyelenggara pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia pada 7 November 1945 yang diketuai T.R.B. Sabaroedin dari Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia (BRI). Anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang Kementerian Keuangan meliputi H.A. Pandelaki & R. Aboebakar Winagoen dan E. Kusnadi, Kementerian Penerangan yaitu M. Tabrani, BRI yaitu S. Sugiono, dan wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan yaitu Oesman dan Aoes Soerjatna. Sebuah percetakan G. Kolff di Jakarta dan percetakan Nederlandsch Indische Metaalwaren en Emballage Fabrieken di Malang Jawa Timur yang memiliki teknologi relatif modern, dipilih sebagai pencetak uang pertama Republik Indonesia.

Desain dan bahan-bahan induk berupa negatif kaca diserahkan kepada percetakan Balai Pustaka Jakarta. Uang pertama terbitan Tanah Air ini dilukis oleh pelukis Abdulsalam dan Soerono. Mereka bekerja dari pagi hingga malam demi menerbitkan ORI. Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam dari Januari 1946. Pada Mei 1946, pencetakan ORI di Jakarta harus terhenti karena situasi keamanan sedang tidak kondusif. Akhirnya, pencetakan ORI di Jakarta dihentikan dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo. Namun, rencana menerbitkan ORI tetap diteruskan hingga akhirnya, pada tanggal 30 Oktober 1956, ORI pertama kali beredar.
 
30-oktober-hari-uang-indonesia-penampakan-ori-pertama-terbit-agniamedia-com
 
Usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan hasil dengan diterbitkannya Emisi Pertama uang kertas ORI pada 30 Oktober 1946. Pada ORI penerbitan pertama tersebut tercantum tanggal emisi 17 Oktober 1945, yang bertandatangan di atas ORI adalah A.A Maramis meskipun sejak November 1945 ia tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan. Pemerintah Indonesia kemudian menyatakan bahwa tanggal 30 Oktober tersebut ditetapkan sebagai tanggal beredarnya ORI. ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, 30 Oktober disahkan sebagai Hari Oeang Republik Indonesia oleh Presiden, berdasarkan lahirnya emisi pertama ORI. Tanggal emisi 17 Oktober 1945 yang tercantum pada ORI pertama ini menunjukkan cukup panjangnya proses yang harus ditempuh dalam mempersiapkan penerbitan ORI sebagai salah satu identitas negara.

Tindakan pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia sebelum mengedarkan ORI adalah menarik uang invasi Jepang dan uang Pemerintah Hindia Belanda dari peredaran. Penarikan kedua uang tersebut dilakukan berangsur-angsur melalui pembatasan pemakaian uang dan larangan membawa uang dari satu daerah ke daerah lain. Nilai ORI melalui Undang-Undang tanggal 25 Oktober 1946 ditetapkan 10 rupiah ORI = 5 gram emas murni, kurs ORI terhadap uang Jepang sebesar 1:50 untuk Pulau Jawa & Madura, dan 1:100 untuk daerah lainnya. Penerbitan ORI selain ditujukan untuk menunjukkan kedaulatan Republik Indonesia juga bertujuan untuk menyehatkan ekonomi yang tengah dilanda inflasi hebat.

Pada awal beredarnya ORI, setiap penduduk diberi Rp1 sebagai pengganti sisa uang invasi Jepang yang masih dapat digunakan sampai dengan 16 Oktober 1946. Namun, pada saat itu peredaran ORI belum bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan selain faktor perhubungan, masalah keamanan juga berpengaruh karena sebagian wilayah Indonesia masih berada di bawah kedudukan Belanda. Kedua hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia kesulitan untuk menyatukan Indonesia sebagai satu kesatuan moneter. Bahkan, mulai tahun 1947 pemerintah terpaksa memberikan otoritas kepada daerah-daerah tertentu untuk mengeluarkan uangnya sendiri yang disebut Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).

ORI dan berbagai macam ORIDA hanya berlaku sampai 1 Januari 1950 dan dilanjutkan dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat, setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilakukan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, dimana Belanda mengakui Kedaulatan Indoneisa dan dibentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS). Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengeluarkan uang kertas yang memberikan hak piutang kepada pembawa uang terhadap RIS. Tanggal 27 Maret 1949, masa perjuangan berakhir setelah rakyat Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaannya, stu tahun setelahnya, 27 Maret 1950, telah dilakukan penukaran ORI dan ORIDA dengan uang baru yang diterbitkan dan diedarkan oleh De Javasche Bank.

0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 30 OKTOBER"

Post a Comment