RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 22 OKTOBER

 
22 OKTOBER 1950
SASTRAWAN ANGKATAN '45 MENGELUARKAN MANIFESTO "SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG"

Manifesto adalah sebuah pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh suatu kelompok yang kemudian diumumkan kepada publik dan biasanya bermuatan politis. Beberapa manifesto yang pernah tercatat dalam sejarah, diantaranya yaitu pada tahun 1848 dikeluarkan Manifesto Komunis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, pada tahun 1919 muncul Manifesto Futuris yang dikeluarkan oleh Filippo Tommaso Marinetti, kemudian pada tahun 1950 muncul manifesto Surat Kepercayaan Gelanggang yang dikeluarkan oleh Sekelomok Sastrawan Indonesia, Tahun 1985 muncul Manifesto GNU oleh Richard Stallman, tahun 1986 muncul Manifesto Hacker oleh The Mentor dan di tahun 2011 muncul Manifesto Senja oleh Sekelompok pemuda sosialis Internasional.

Pada 1946 sejumlah seniman mendirikan perkumpulan bernama Gelanggang Seniman Merdeka. Pemrakarsanya adalah Asrul Sani, Chairil Anwar, dan Rivai Apin. Ketiganya kemudian sempat membuat antologi puisi bertajuk Tiga Menguak Takdir yang terbit pada 1950, setahun setelah Chairil Anwar wafat. Perkumpulan ini juga beranggotakan para pelukis seperti Mochtar Apin, Henk Ngantung, Baharuddin M.S, dan Basuki Resobowo. Selain itu ada sejumlah pengarang lain yang yang juga ikut bergabung diantaranya yaitu Pramoedya Ananta Toer, Usmar Ismail, Sitor Situmorang, dan Mochtar Lubis. 
 
peristiwa-22-oktober-190-para-seniman-gelanggang-seniman-merdeka-agniamedia-com
 
Kata "Gelanggang" yang dipakai dalam nama perkumpulan seniman ini diambil dari nama ruang budaya yag ada di majalah mingguan "Siasat", dimana para tokoh pengasuhnya adalah Chairil Anwar dan Asrul Sani yang juga merupakan anggota perkumpulan ini. Tujuan perkumpulan ini adalah “mempertanggungjawabkan penjadian bangsa, mempertahankan dan mempersubur cita-cita yang lahir dari pergolakan pikiran dan roh, serta memasukkan cita-cita dan dasar itu ke dalam segala kegiatan”. Akhirnya Gelanggang Seniman Merdeka menjadi ruang gerak seniman buat mencetuskan gagasan, ide, pemikiran, serta cita-cita.

Munculnya perkumpulan ini dilatar belakangi oleh upaya untuk lepas dari ikatan-ikatan atau pengaruh-pengaruh dari angkatan sebelumnya, dan juga pihak penguasa yang mereka anggap munafik dan memasung kreativitas seni. Kelompok ini kemudian diberi nama "Angkatan '45", dimana nama ini mirip dengan para pejuang bersenjata, alasan diberi nama ini seniman juga ikut berjuang di bidang kebudayaan yang juga tak kalah penting dari perjuangan dengan senjata. Pada 18 Februari 1950, tak lama setelah pengakuan kedaulatan, mereka merumuskan dan menandatangani pernyataan sikap kebudayaan yang bernama “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Pernyataan ini baru diumumkan secara luas pada 22 Oktober 1950 di majalah politik dan kebudayaan Siasat.

Pernyataan sikap kebudayaan dalam "Surat Kepercayan Gelanggang" ini terdiri dari enam alinea, isinya adalah sebagai berikut:

Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. Kami lahir dari kalangan orang banyak dan pengertian rakyat bagi kami adalah kumpulan campur-baur dari mana dunia baru yang sehat dapat dilahirkan.

Keindonesiaan kami tidak semata-mata karena kulit kami yang sawo matang, rambut kami yang hitam atau tulang pelipis kami yang menjorok ke depan, tetapi lebih banyak oleh apa yang diutarakan oleh wujud pernyataan hati dan pikiran kami.

Kami tidak akan memberi kata ikatan untuk kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat akan melap-lap hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan kebudayaan baru yang sehat. Kebudayaan Indonesia ditetapkan oleh kesatuan berbagai-bagai rangsang suara yang disebabkan oleh suara yang dilontarkan kembali dalam bentuk suara sendiri. Kami akan menentang segala usaha yang mempersempit dan menghalangi tidak betulnya pemeriksaan ukuran nilai.

Revolusi bagi kami ialah penempatan nilai-nilai baru atas nilai-nilai usang yang harus dihancurkan. Demikian kami berpendapat, bahwa revolusi di tanah air kami sendiri belum selesai.

Dalam penemuan kami, kami mungkin tidak selalu asli; yang pokok ditemui adalah manusia. Dalam cara kami mencari, membahas, dan menelaahlah kami membawa sifat sendiri.

Penghargaan kami terhadap keadaan keliling (masyarakat) adalah penghargaan orang-orang yang mengetahui adanya saling pengaruh antara masyarakat dan seniman.

Jakarta, 18 Februari 1950

Dilihat dari isinya, sejak awal para perumus “Surat Kepercayaan Gelanggang” ini memang sudah mengakui bahwa proyek kebudayaan Indonesia itu bersifat internasional. Makna lain yang juga dianggap penting adalah kesadaran para perumusnya yang sejak dini telah merasa perlu membuat pernyataan kebudayaan dalam sejarah bangsa yang masih berusia muda. Dua tahun sebelumnya, dalam situasi darurat karena peperangan, telah digelar pula Kongres Kebudayaan Nasional pertama di Magelang pada 20-25 Agustus 1948. Hal ini menandakan bahwa kebudayaan diletakkan sebagai bidang penting dalam masa-masa awal kemerdekaan.

“Surat Kepercayaan Gelanggang” ini diterbitkan tanggal 22 Oktober 1950, yaitu sekitar 2 bulan setelah didirikannya Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) sebagai organ PKI. Lekra sebenarnya tidak hanya berhasil ‘mengadopsi’ beberapa hal yang tertuang dalam ‘Surat Kepercayaan Gelanggang’, namun juga mampu menangkap momentum di saat-saat bangsa ini mulai menjalankan roda pemerintahannya. Ironisnya, sejumlah orang dalam Gelanggang Seniman Merdeka seperti Basuki Resobowo, Rivai Apin, Pramoedya Ananta Toer, Baharuddin M.S, dan Henk justru berubah sikap dan menyeberang ke Lekra.

0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 22 OKTOBER"

Post a Comment