PANDORA PAPERS, MENGUNGKAP ASET TERSEMBUNYI PARA ELIT GLOBAL

 
Dikutip dari situs VOA indonesia, Menko Luhut Binsar Pandjaitan dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto adalah dua dari sekian banyak orang yang masuk dalam laporan yang diberi nama "Pandora Papers" yang dirilis pada hari minggu, 3 Oktober 2021. Laporan tersebut sekaligus menguak "Rahasia Keuangan" para politikus dunia, para milliader dan para tokoh elit dunia. Pandora Papers adalah laporan hasil inverstigasi yang dilakukan oleh sekelompok jurnalis dari seluruh dunia yang tergabung dalam sebuah tim kolaborasi bernama International Consortium of Invertigative Journalists (ICIJ) dengan jumlah anggota sebanyak 600 Jurnalis dari 117 negara. ICIJ mengungkapkan bahwa sejumlah pemimpi dunia, politikus, pebisnis dan selebriti menyimpan aset-aset mereka yang bernilai total triliunan dolar dalam akun luar negeri atau Offshore. 

Para tokoh tersebut dilaporkan telah menyimpan aset mereka di sebuah "Suaka Pajak (Tax Haven)", yaitu sebuah wilayah hukum yang menawarkan "Pajak Rendah atau Bahkan Nol" kepada perusahaan atau individu asing. Pada sebuah video yang dirilis pada Senin, 4 Oktober 2021, Direktur ICIJ Gerard Ryle menyatakan, "Kami melihat triliunan dolar, mereka (orang-orang yang dirilis dalam Pandora Papers) termasuk lebih dari 330 politisi dan 130 miliarder Forbes, serta selebritas, penipu, pengedar narkoba, anggota keluarga kerajaan, dan pemimpin kelompok agama di seluruh dunia". Dikutip dari AFP, secara total ICIJ telah menemukan hubungan antara hampir 1000 perusahaan di negara surga pajak dengan 336 politisi tingkat tinggi dan pejabat publik.

Beberapa negara yang terkenal sebagai suaka pajak diantaranya yaitu, Singapura, Swiss, Belanda, Monako, Bermuda, Kepulauan Cayman, dan British Virgin Island. Di negara Amerika Serikat, negara bagian South Dakota juga terkenal sebagai suaka pajak, selain menawarkan layanan tanpa pajak penghasilan kepada nasabah, South Dakota juga menawarkan kerahasiaan mereka dari para penegak hukum dan melindungi aset-aset yang mereka simpan dari klaim pihak lain. Situs Investopedia mennyatakan bahwa suaka pajak menjanjikan situasi politik dan ekonomi yang stabil, dan tak jarang mereka juga menolak untuk berbagi informasi dengan pihak perpajakan asing. Namun, pasca dirilisnya "Pandora Papers", akhir-akhir ini suaka pajak semakin ditekan pihak Internasional untuk bekerja sama dengan penyelidikan penipuan pajak asing. Dalam laporan Pandora Papers, Raja Yordania Abdullah II, mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair serta Presiden Rusia Vladimir Putin, nama mereka juga ikut terseret dalam kasus ini. 

Pandora Papers juga menjelaskan bahwa ada informasi terkait 29 ribu akun bank asing yang didapatkan, ini bahkan dua kali lipat dari yang pernah dilaporkan pada "Panama Papers" di tahun 2016. Pandora Papers sendiri berisi 12 juta dokumen yang mengungkap sejumlah aset tersembunyi, penghindaran pajak dan kasus pencucian uang yang dilakukan oleh sejumlah orang terkaya, politikus, selebriti dan orang-orang yang tengah berkuasa di seluruh dunia. Pandora Papers mencakup 6,4 juta dokumen, 3 juta gambar, lebih dari 1 juta email dan hampir setengah juta dokumen dalam bentuk spreadsheet. International Consortium of Invertigative Journalists (ICIJ) yang berpusat di Washington DC bekerja sama dengan 140 organisasi  media telah melakukan penyelidikan global dengan menelusuri dokumen-dokumen yang berasal dari 14 sumber selama berbulan-bulan. 

Penyelidikan di Inggris dipimpin oleh BBC Panorama dan The Guardian, dirangkum dari laman resmi mereka, dinyatakan bahwa dalam dokumen Pandora Papers terdapat data dari perusahaan yang disewa oleh klien-klien kaya untuk menyembunyikan asetnya melalui investasi secara offshore di negara-negara pemberi suaka pajak (Tax Heavens) seperti Panama, Dubai, Monako, Swiss, dan Kepulauan Cayman.  Pandora Papers juga mengekspos rahasia dari 35 pemimpin dunia, termasuk sejumlah mantan pemimpin negara maupun yang saat ini masih menjabat. Pandora Papers juga mengungkap aset tersembunyi yang dimiliki oleh lebih dari 300 pejabat publik lainnya seperti menteri, hakim, wali kota dan jenderal militer di lebih dari 90 negara. Beberapa orang terkemuka yang terseret dalam kasus penggelapan harta kekayaan dalam Pandora Papers antara lain:

  • Raja Yordania, Abdullah II menghabiskan 70 juta poundsterling (sekitar 100 juta dolar) untuk membeli properti di Inggris dan AS melalui perusahaan yang dimilikinya secara rahasia. Abdullah menggunakan perusahaan-perusahaan anonim di luar negeri yang berbadan hukum di Virgin Islands Inggris di Karibia. Namun, pihak Yordania menolak klaim tersebut dan Pengacara kerajaan mengatakan bahwa Abdullah membeli properti-properti itu dengan kekayaan pribadi.
  • Keterlibatan tersembunyi Presiden Azerbaijan beserta keluarga  dalam pembelian properti di Inggris senilai lebih dari 400 juta pound sterling (544 juta dolar) dalam 15 tahun. Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev sendiri telah lama dituduh korupsi di negerinya.
  • Perdana Menteri Cekoslovakia yang membeli dua villa di Perancis seharga 12 juta poundsterling melalui perusahaan cangkangnya.
  • Perdana Menteri Ceko, Andrej Babis, yang juga merupakan orang terkaya kedua di negaranya, membeli sebuah puri di selatan Prancis senilai US$ 22 juta. Meskipun pejabat publik yang satu ini mengaku tak pernah melakukan hal ilegal atau salah. Dalam sebuah siaran di televisi,  Andrej Babis berdalih, "Uangnya dikirim keluar dari bank Ceko. Uang itu dikenai pajak. Itu uang saya dan dikembalikan ke Republik Ceko".
  • Keluarga Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta beserta enam anggota keluarganya, menyembunyikan kepemilikan atas jaringan perusahaan cangkang di luar negeri yang dimilikinya selama beberapa dekade, salah satu asetnya bahkan bernilai 30 juta dolar. Dalam pernyataan yang dikeluarkan kantor presiden, Kenyatta menyambut baik publikasi "Pandora Papers".
  • Perdana Menteri Pakitsan, Imran Khan juga dikabarkan secara diam-diam memiliki perusahaan dan perwalian yang memegang jutaan dolar. Mendengar kabar ini, Khan mengatakan mereka akan diinvestigasi.
  • Presiden Rusia Vladimir Putin, meski tak disebutkan langsung dalam file tersebut, ia dihubungkan dengan aset rahasia di Monaco, terutama terhadap sebuah rumah di tepi laut yang diperoleh oleh seorang wanita Rusia yang diyakini memiliki anak dengan pemimpin Rusia tersebut.
  • Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair juga disebut telah menghindari membayar bea materai dari properti jutaan pound di London, ketika ia dan istri membeli perusahaan lepas pantai miliknya.
  • Dikalangan selebriti, nama-nama seperti penyanyi Shakira dan Elton John, supermodel Jerman Claudia Schiffer, hingga legenda kriket India, Sachin Tendulkar, juga tercatat dalam laporan ini. Mereka terungkap telah mendirikan perusahaan-perusahaan di luar negeri, namun tidak ada indikasi pelanggaran terkait dengan aktivitas finansial mereka.

Selain tokoh-tokoh dunia, beberapa orang penting Indonesia juga tercatat namanya dalam Pandora Papers, sebagaimana yang disebutkan di awal pembahasan dua politisi Indonesia Menko Luhut Binsar Pandjaitan dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto masuk dalam daftar ini. Dikutip dari cnnindonesia.com, Luhut disebut menjabat di salah satu perusahaan cangkang (Shell Company) yang terdaftar di Panama, yaitu Petrocapital S.A, sebuah perusahaan minyak dan gas. Juru Bicara Luhut, Jodi Mahardi, membenarkan atasannya sempat menjabat sebagai direktur utama petrocapital SA pada 2007 hingga 2010. Menurut IJIC, perusahaan offshore yang tercatat dalam Pandora Papers telah memberikan layanan untuk 336 politikus, yang berbasis di Panama, Alcogal, Trident Trust melayani klien pejabat dan politikus paling banyak yaitu 161 dan 97 orang.

Sebelum geger terkait laporan Pandora Papers, di tahun 2016 juga pernah beredar laporan serupa yang diberi nama "Panama Papers". Panama Papers mendapatkan data dari media Jerman, Süddeutsche Zeitung, yang kemudian dibagikan kepada IJIC serta mitranya The Guardian dan BBC. Panama Papers mengungkapkan ada 143 politis, keluarga dan rekannya yang menggunakan perusahaan offshore di surga pajak, dalam laporan tersebut merilis Perusahaan seperti Google, Apple, Amazon, dan Starbucks juga disebut mempunyai anak usaha yang berlokasi di yurisdiksi Suaka Pajak (Tax Heavens). Tujuan utamanya perusahaan-perusahaan tersebut menempatkan aset mereka disana adalah untuk meminimalkan beban pajak yang harusnya dibayar perusahaan-perusahaan tersebut di negara asalnya maupun di negara dari penghasil (source country).

Laporan Panama Papers memang berasal dari kebocoran data dari penyedia jasa atau firma hukum, Mossack Fonseca. Perusahaan ini berbasis di Panama yang layanannya mencakup penggabungan perusahaan pajak surga seperti Kepulauan Virgin britania Raya. Perusahaan tersebut milik warga Panama, namun mampu menjalankan operasi di seluruh dunia. Situs webnya menawarkan jaringan global dengan 600 orang yang bekerja di 42 negara. Kebocoran data oleh firma itu disebut menjadi salah satu yang terbesar bahkan melebihi kebocoran saluran diplomatik AS yang dirilis WikiLeaks pada tahun 2010. Lebih dari 214 ribu informasi perusahaan cangkang yang terdaftar di 21 negara surga pajak. Panama Papers bahkan memicu pengunduran diri Perdana Menteri Islandia, Sigmundur David Gunnlaugsson serta membuka jalan untuk pelengseran pemimpin Pakistan, Nawaz Sharif.

Penggunaan offshore untuk menyimpan aset, sebenarnya tidak sepenuhnya dianggap sebagai sebuah tindak kejahatan, penggunaan struktur offshore sepenuhnya legal untuk dilakukan, dan ada banyak alasan yang sah untuk melakukannya. Meski begitu, pada kenyataannya banyak oknum-oknum tertentu dari banyak negara yang akhirnya memanfaatkan perusahaan offshore ini untuk menghindarkan aset-aset yang mereka miliki dari penarikan pajak. Tindakan semacam ini tentunya merupakan tindakan melawan hukum dan masuk kedalam tindak pidana pencucian uang, bisa jadi para koruptor dunia menyembunyikan dana hasil korupsinya di perusahaan offshore untuk menghindari kecurigaan dari pihak berwenang.

Kepala advokasi di organisasi aktivis antikorupsi dan Transparency International Inggris, Rachel Davies Teka, mengatakan "Sebagian besar aktivitas yang diungkapkan dalam Pandora Papers, termasuk penggunaan perusahaan di luar negeri, legal. Pemerintah negara-negara terkait harus berbuat lebih banyak untuk mengungkapkan kekayaan yang disembunyikan." Dilansir dari Kompas.id, berdasar penelusuran ICIJ pada 2020, setidaknya 10 persen dari total output ekonomi global tersedot ke kawasan-kawasan tax haven ini. Tiap tahun, diperkirakan kerugian pemerintahan di seluruh dunia akibat praktik Perusahaan Cangkang (Shell companies) ini mencapai angka 800 miliar dollar AS.

Dikutip dari Litbang Kompas, selain menjadi celah bagi para konglomerat untuk menyembunyikan hartanya dari “bahaya” pajak, praktik mendirikan perusahaan cangkang (Shell Company) ini juga rawan dijadikan tempat untuk menyimpang uang hasil dari usaha gelap. Dengan adanya kemudahan fasilitas di wilayah suaka pajak (Tax Heavens), uang hasil perdagangan narkoba, korupsi dan pencucian uang akan sulit untuk dilacak oleh pihak otoritas. Bahkan, dalam beberapa kasus, wilayah tax haven ini mengakui dokumen yang ditulis tangan sebagai dokumen yang sah untuk digunakan. Tentu, penggunaan dokumen tulis tangan ini akan membuat aktivitas ilegal semakin sulit untuk dilacak karena nyaris tak meninggalkan jejak digital.

Pandora Papers sebenarnya bukanlah hal baru, namun laporan ini merupakan seri terbaru yang dirilis ICIJ (www.icij.org) di tahun ini soal rangkaian kebocoran dokumen keuangan massal. Sebelumnya di tahun 2014, laporan serupa juga pernah diangkat dengan nama "LuxLeaks", kemudian di tahun 2016 muncul dengan nama "Panama Papers" yang di pembahasan kali ini sudah sedikit dibahas. Di tahun 2017 ada laporan "Paradise Papers" dan di tahun 2020 muncul laporan serupa dengan nama "FinCen".

0 Response to "PANDORA PAPERS, MENGUNGKAP ASET TERSEMBUNYI PARA ELIT GLOBAL"

Post a Comment