27 SEPTEMBER 1954
PERISTIWA PEREBUTAN GEDUNG SATE BANDUNG
Gedung Sate merupakan salah satu icon atau penanda khas yang ada di Kota Bandung, memiliki ciri khas berupa ornamen tusuk sate pada menara utamanya. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda Gedung Sate ini bernama Gouvernements Bedrijven (GB), mulai dibangun pada tanggal 27 Juli 1920 dengan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Johanna Catherina Coops dan Petronella Roelofsen. Johanna Catherina Coops adalah puteri sulung dari Wali Kota Bandung, Bertus Coops, sementara Petronella Roelofsen adalah utusan yang mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum. Gedung ini akhirnya selesai setelah 4 tahun proses pembangunannya, tepatnya pada bula September 1924.
Gedung Sate merupakan salah satu icon atau penanda khas yang ada di Kota Bandung, memiliki ciri khas berupa ornamen tusuk sate pada menara utamanya. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda Gedung Sate ini bernama Gouvernements Bedrijven (GB), mulai dibangun pada tanggal 27 Juli 1920 dengan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Johanna Catherina Coops dan Petronella Roelofsen. Johanna Catherina Coops adalah puteri sulung dari Wali Kota Bandung, Bertus Coops, sementara Petronella Roelofsen adalah utusan yang mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum. Gedung ini akhirnya selesai setelah 4 tahun proses pembangunannya, tepatnya pada bula September 1924.
Gedung Sate pada awalnya digunakan untuk gedung Departemen Lalulintas dan Pekerjaan Umum. Bahkan akan digunakan sebagai pusat pemerintahan Hindia Brlanda menggantikan Batavia, namun setelah Indonesia Merdeka gedung ini digunakan sebagai gedung Jawatan Pekerjaan Umum, termasuk kantor pusat PTT (Pos, Telepon dan Telegraf) dan Perpustakaan. Pada masa pendudukan Jepang, Gedung Sate dikuasai oleh militer Jepang, yang pada masa perjuangan tepatnya tanggal 27 September 1945, para pemuda dari Angkatan Muda Pos Telegraf dan Telepon merebut kembali Kantor Pusat PTT yang berlokasi di gedung itu dari pemerintah militer Jepang.
27 SEPTEMBER 1945
HARI BHAKTI POS TELEKOMUNIKASI TELEGRAF (PTT)
Hari Bhakti Pos dan Telekomunikasi (Postel), sebagaimana dikutip dari laman antaranews.com, diperingati tanggal 27 September setiap tahunnya. Hari peringatan ini merupakan momentum mengingat kembali peristiwa diambil alihnya Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT) dari kekuasaan pemerintah Jepang. Putra-putri Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon (AMPTT) adalah aktor yang berjasa dibalik perebutan jawatan PTT dari tangan Pemerintah Jepang. Perlu diketahui bahwa, sebelum kemajuan teknologi merambah ke negeri ini, aktifitas surat menyurat yang difasilitasi lembaga Pos, Telegrap dan Telepon (PTT) menjadi sangat penting, sehingga penguasaan lembaga ini bisa menjadi keuntungan ke satu pihak dan kerugian di pihak lain, dalam hal ini penjajah dan pribumi.
HARI BHAKTI POS TELEKOMUNIKASI TELEGRAF (PTT)
Hari Bhakti Pos dan Telekomunikasi (Postel), sebagaimana dikutip dari laman antaranews.com, diperingati tanggal 27 September setiap tahunnya. Hari peringatan ini merupakan momentum mengingat kembali peristiwa diambil alihnya Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT) dari kekuasaan pemerintah Jepang. Putra-putri Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon (AMPTT) adalah aktor yang berjasa dibalik perebutan jawatan PTT dari tangan Pemerintah Jepang. Perlu diketahui bahwa, sebelum kemajuan teknologi merambah ke negeri ini, aktifitas surat menyurat yang difasilitasi lembaga Pos, Telegrap dan Telepon (PTT) menjadi sangat penting, sehingga penguasaan lembaga ini bisa menjadi keuntungan ke satu pihak dan kerugian di pihak lain, dalam hal ini penjajah dan pribumi.
Sejarah perebutan Djawatan PTT ini, sebagaimana dikutip dari laman enkosa.com, dimulai dari suatu pergerakan yang dipimpin oleh Soetoko. Pada saat itu Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon (AMPTT) dibentuk namun belum memiliki pengurus, sehingga pada tanggal 3 September 1945 mereka mengadakan sebuah pertemuan. Para pemuda AMPTT yang hadir pada pertemuan tersebut yaitu Soetoko, Nawawi Alif, Slamet Soemari, Agoes Salman, Joesoef dan pemuda lainnya. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk merealisasikan pemindahan kekuasaan. Dalam pertemuan tersebut telah disepakati bahwa Kantor Pusat PTT harus sudah dikuasai oleh Indonesia paling lambat akhir September 1945.
Dikutip dari idntimes.com, pada saat itu, AMPTT berusaha untuk melobi militer Jepang agar menyerahkan kantor pusat PTT kepada pemerintah RI. Namun, pihak Jepang ingin penyerahan tersebut dilakukan oleh pihak Sekutu. Karena alasan tersebut, Soetoko dan AMPTT memiliki rencana untuk merebut Kantor PPT dari Jepang. Proses perebutan Kantor Jawatan PPT ini berlanjut pada 23 September 1945 saat Soetoko, Ismojo dan kawan-kawan meminta Jepang untuk menyerahkan kantor tersebut secara damai. Namun, perundingan tersebut hanya berujung pada kesepakatan kubu Jepang memperbolehkan pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih di halaman kantor PPT. Kesepakatan tersebut tentunya tak membuahkan hasil yang baik bagi para pemuda PPT. Namun, para pemuda AMPTT tetap memanfaatkan momen tersebut untuk melakukan pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih di tugu PPT.
Setelah pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih, perundingan dengan Jepang terus dilakukan. Karena cenderung tidak membuahkan hasil, para pemuda AMPTT ini menyusun strategi untuk merebut paksa Kantor Pusat Jawatan PPT dari Jepang pada tanggal 27 September 1945. Pada saat itu gerakan AMPTT dipimpin oleh Soetoko dibantu dengan tiga wakilnya, yaitu Nawawi Alif, Hasan Zein dan Abdoel Djabar. Soetoko membagi dua bagian penyerbuan, yakni Soewarno memimpin pasukan yang menghadapi tentara Jepang dan Nawawi mengomando massa. Hari penyerbuan AMPTT pada gedung PTT pun terjadi. Mereka masuk ke dalam gedung PTT, membuat tentara Jepang menyerah serta meletakkan senjata.
Pada penyerbuan tersebut, Soetoko mengumumkan bahwa pada 27 September 1945, Mas Soeharto dan R. Dijar ditunjuk untuk menjadi Kepala dan Wakil Kepala Jawatan PTT Indonesia. Setelah itu, AMPTT juga melarang Jepang untuk masuk ke dalam lingkungan kantor. Meski penyerbuan pada saat itu telah selesai, AMPTT tetap melakukan penjagaan ketat di sekitar kantor. Penjagaan ini dilakukan demi menghindari serangan atau perebutan kembali oleh Jepang. Peristiwa pengambilalihan Jawatan PTT dari tangan Jepang oleh Angkatan Muda PTT pada tanggal 27 September 1945 diperingati sebagai Hari Bhakti Postel.
27 SEPTEMBER 1950
INDONESIA MENJADI ANGGOTA PBB KE-60
Pada tahun 1945, sebagaiman dikutip dari laman merdeka.com, saat kemerdekaan Indonesia diumumkan, Indonesia masih dalam kondisi belum stabil baik dari segi politik, ekonomi, dan keamanan. Dalam keadaan yang baru saja merdeka, Indonesia membutuhkan bantuan dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat diperoleh dari dalam negeri sendiri dan juga mencapai kepentingan nasionalnya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai kepentingan nasionalnya. Tujuan lain Indonesia bergabung dengan organisasi seperti PBB ataupun kerja sama lainnya adalah untuk menunjukkan keberadaannya di dunia internasional serta diakui sebagai negara merdeka. Indonesia bergabung dengan PBB pada tanggal 27 September 1950 sebagai anggota ke-60.
Dikutip dari kumparan.com, agar dapat menjalankan tujuan PBB, Indonesia juga turut andil melaksanakan peran yang tertuang dalam pasal 2 Bab 1 Piagam PBB, yaitu menjaga perdamaian dunia, membantu menyelesaikan konflik di berbagai negara. Dan memberi bantuan kemanusiaan di berbagai negara. Kesungguhan Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia dibenarkan dengan masuknya Indonesia ke dalam 10 besar kontributor pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB. Indonesia bukan hanya sekadar anggota yang pasif dalam forum PBB. Negara kita sangat aktif mengimplementasikan visi dan misi PBB pada kehidupan internasionalnya. Adapun peran Indonesia di PBB yaitu sebagai berikut:
- Menjaga Perdamaian Dunia
- Mengadakan Jakarta Informal Meeting pada 1984 untuk menuntaskan konflik di Kamboja.
- Pelopor berdirinya ASEAN.
- Menyelenggarakan konferensi Colombo pada 1954 untuk meredakan ketegangan perang dingin.
- Menggelar Konferensi Asia Afrika yang melahirkan Dasasila Bandung
27 SEPTEMBER 1963
BERDIRINYA UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA
Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, sebagaimana dikutip dari laman resminya untag-smd.ac.id, adalah Perguruan Tinggi swasta yang berkedudukan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur yang didirikan oleh Yayasan Pendidikan 17 Agustus 1945 Samarinda pada tanggal 27 September 1963 di Samarinda. Pada awal berdirinya dengan nama Fakultas Hukum dan Ilmu Kemasyarakatan cabang Untag Jakarta, yang kemudian menjadi Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Samarinda yang terdiri dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum, Akademi Ilmu Administrasi dan Niaga dan Sekolah Tinggi Teknologi, yang kemudian berubah nama menjadi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.
Pembinaan Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda dilakukan oleh Yayasan Pendidikan 17 Agustus 1945 Samarinda yang didirikan pada hari Senin tanggal 6 Agustus 1962 untuk waktu yang ditentukan lamanya dihadapan Residen RADEN NGABEI PRODJOSUMARTO selaku Notaris di Samarinda, yang kemudian dikukuhkan dengan Akte Nomor : 33 tanggal 6 Agustus 1962. Selanjutnya mengalami beberapa kali perubahan Dewan Pengurus, masing-masing dengan Akte Pernyataan Rapat sebagai berikut :
- Akte Keputusan Rapat Nomor 30 tanggal 5 Maret 1984, oleh Notaris sementara Laden Mering, SH.
- Akte Keputusan Rapat Nomor 43 tanggal 22 Januari 1986., oleh Notaris Laden Mering, SH.
- Akte Keputusan Rapat Nomor 9 tanggal 19 Juli 1987, oleh Notaris Harjo Gunawan.
- Akte Keputusan Rapat No. 09 tanggal 10 September 2005 oleh Notaris Lia Cittawan Nanda Gunawan, SH
Selanjutnya Pembinaan Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, secara teknis operasional dilakukan melalui Badan Pelaksana Harian Yayasan (BPH) atau Badan Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta (BP-PTS), sedang Pembinaan Akademik dilakukan oleh Depdiknas dalam hal ini Dirjen Dikti melalui Koordinator Kopertis wilayah XI Kalimantan.
0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 27 SEPTEMBER"
Post a Comment