24 SEPTEMBER 1526
PANGERAN SAMUDERA, RAJA PERTAMA KERAJAAN BANJAR MASUK ISLAM
Kota Banjarmasin sebelum tahun 1526 adalah nama kampung yang terletak di bagian utara muara Sungai Kuin, yaitu kawasan Kelurahan Kuin Utara dan Alalak Selatan saat ini. Kampung Banjarmasih terbentuk oleh lima aliran sungai kecil, yaitu Sungai Sipandai, Sungai Sigaling, Sungai Keramat, Sungai Jagabaya dan Sungai Pangeran yang semuanya bertemu membentuk sebuah danau. Nama asli Banjarmasin sebelum dirubah namanya oleh Belanda berasal dari kata Banjar Masih. Kata Banjar berasal dari Bahasa Melayu yang berarti kampung atau juga berarti berderet-deret sebagai letak perumahan kampung berderet sepanjang tepian sungai.
Kota Banjarmasin sebelum tahun 1526 adalah nama kampung yang terletak di bagian utara muara Sungai Kuin, yaitu kawasan Kelurahan Kuin Utara dan Alalak Selatan saat ini. Kampung Banjarmasih terbentuk oleh lima aliran sungai kecil, yaitu Sungai Sipandai, Sungai Sigaling, Sungai Keramat, Sungai Jagabaya dan Sungai Pangeran yang semuanya bertemu membentuk sebuah danau. Nama asli Banjarmasin sebelum dirubah namanya oleh Belanda berasal dari kata Banjar Masih. Kata Banjar berasal dari Bahasa Melayu yang berarti kampung atau juga berarti berderet-deret sebagai letak perumahan kampung berderet sepanjang tepian sungai.
Pada abad ke-16, muncul Kerajaan Banjar Masih dengan raja pertama Raden Samudera, seorang pelarian yang terancam keselamatannya oleh pamannya Pangeran Tumenggung yang menjadi raja Kerajaan Negara Daha sebuah kerajaan Hindu di pedalaman (Hulu Sungai). Raden Samudera sendiri adalah putra dari pasangan Puteri Galuh Intan Sari (anak perempuan Maharaja Sukarama) dan Raden Bangawan (keponakan Maharaja Sukarama). Raden Samudera melarikan diri ke arah hilir sungai Barito yang kala itu terdapat beberapa kampung di antaranya kampung Banjar (Banjar Masih).
Sekitar tahun 1520, Patih Masih (kepala Kampung Banjar) dan para patih (kepala kampung) sekitarnya sepakat menjemput Raden Samudera yang bersembunyi di kampung Belandean. Para penduduk dan pedagang sepakat untuk mengangkat Raden Samudera menjadi raja Banjar dengan gelar Pangeran Samudera. Pengangkatan ini menimbulkan penyerangan dari Kerajaan Negara Daha, minimnya kekuatan membuat Pangeran Samudra mencari bala bantuan ke Kasultanan Demak, namun mereka bersedia membantu asalkan Pangeran Samudra dan seluruh penduduknya bersedia bersedia memeluk Islam. Pangeran Samudra setuju, lalu Kasultanan Demak mengirim seribu pasukan dipimpin Sultan Trenggono dan membawa juga seorang penghulu islam bernama Khatib Dayan untuk mengislamkan Pangeran Samudra dan rakyatnya
Pada akhirnya pasukan Pangeran Samudera berhasil menembus pertahanan musuh, dan meraih kemenangan. Atas kemenangannya tersebut Pangeran Tumenggung dari Kerajaan Negara Daha bersedia menyerahkan kekuasaan kepada pangeran Samudra. Penyatuan kedua kerajaan tersebut kemudian memunculkan kota baru yang diberi nama Banjar Masih. Pada 24 September 1526 bertepatan tanggal 6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah (1526-1550). Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Banjarmasin.
24 SEPTEMBER 1960
DIPERINGATI SEBAGAI HARI TANI NASIONAL
Hari Tani Nasional, sebagaimana dikutip dari laman kemdikbud.go.id, merupakan sejarah perjuangan golongan petani hingga pembebasan mereka dari kesengsaraan. Berdasarkan sejarah tersebut, ditetapkanlah Hari Tani pada tanggal 24 September dalam UU Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Agraria merupakan sektor bidang pertanian, oleh karena itulah negara Indonesia disebut sebagai negara agraris karena sebagaian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Keberadaan petani menjadi penting bagi negara agraris untuk turut serta berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tak hanya sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian sebagai petani atau bercocok tanam.
DIPERINGATI SEBAGAI HARI TANI NASIONAL
Hari Tani Nasional, sebagaimana dikutip dari laman kemdikbud.go.id, merupakan sejarah perjuangan golongan petani hingga pembebasan mereka dari kesengsaraan. Berdasarkan sejarah tersebut, ditetapkanlah Hari Tani pada tanggal 24 September dalam UU Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Agraria merupakan sektor bidang pertanian, oleh karena itulah negara Indonesia disebut sebagai negara agraris karena sebagaian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Keberadaan petani menjadi penting bagi negara agraris untuk turut serta berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tak hanya sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian sebagai petani atau bercocok tanam.
Pada tahun 1960, UUPA merupakan dasar hukum bagi penataan kekayaan Agraria Nasional. Undang-undang dasar 1945 pasal 33 ayat (3) menegaskan "Bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Bung Karno pernah berkata "hidup matinya sebuah negara, ada di tangan sektor pertanian negeri tersebut". Presiden Soekarno pertama kali menetapkan Hari Tani Nasional dengan menerbitkan Keppres No 169/1963. Keppres ini ditetapkan untuk mengenang terbitnya UU No 5/1960 tentang pokok-pokok Agraria (UUPA) yang mengamanatkan pelaksanaan reforma agraria. Penetapan Hari Tani Nasional adalah sebuah pemuliaan tertinggi terhadap rakyat tani Indonesia.
Dikutip dari kompas.com, UUPA menjadi sesuatu yang bersejarah bagi Indonesia, pasalnya kelahiran UUPA melalui proses panjang yang memakan waktu hingga 12 tahun. Yang dimulai dengan pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo" (1955), "Panitia Negara Urusan Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan Sadjarwo" (1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang kala itu dipimpin Haji Zainul Arifin. UUPA mengandung dua makna besar bagi masyarakat Indonesia karena sebagai perwujudan amanat Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. Selain itu, UUPA memiliki makna penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan rakyat. Secara garis besar apa yang tersirat maupun tersurat dalam tujuan UUPA hakikatnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan kekejaman hukum agraria kolonial.
Hukum agraria kolonial yang tertuang dalam Agrarische Wet 1870, menjamin Hak Erfpacht sampai selama 75 tahun, dan menjamin pemegang hak itu untuk menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada mereka dapat menggunakan tanahnya sebagai agunan kredit. Dalam perkembangannya, pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres No 86/ 2018 tentang Reforma Agraria yang ditandatangani 24 September 2018 merupakan wujud komitmen politik pemerintah yang digaungkan sejak 2014. Perpres tersebut dimaksudkan untuk mengatasi sumbatan-sumbatan dalam pelaksanaan redistribusi tanah, legalisasi atau sertifikasi tanah obyek reforma agraria, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 24 SEPTEMBER"
Post a Comment