RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 23 SEPTEMBER

 
23 SEPTEMBER 1963
BERDIRINYA UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN (UNSOED)
 
Sejarah berdirinya Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), sebagaimana dikutip dari laman resminya unsoed.ac.id, berawal dari keinginan mendirikan perguruan tinggi di wilayah Banyumas, para pemimpin formal dan informal Banyumas kemudian mewujudkan gagasan ini dengan membentuk Yayasan Pembina Universitas Jenderal Soedirman dengan Akte Notaris No. 32 tanggal 20 September 1961. Selanjutnya, atas desakan masyarakat, dinas instansi, dan TNI, Yayasan Pembina Universitas Jenderal Soedirman berusaha mewujudkan berdirinya universitas. Dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 195 tertanggal 23 September 1963, berdirilah Universitas Jenderal Soedirman secara resmi didirikan, dan diresmikan oleh Menteri PTIP Prof. Dr. Tojib Hadiwidjaja bertempat di rumah Dinas Residen Banyumas. Pada awal berdirinya, UNSOED hanya memiliki tiga fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Biologi, dan Fakultas Ekonomi.

Dalam perkembangannya, UNSOED membuka beberapa fakultas lagi, yaitu Fakultas Peternakan (1966), Fakultas Hukum (1982), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1993), Program Pascasarjana (1994). Pada tahun 2007, berdiri Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan serta Fakultas Sains dan Teknik. Pada tahun 2014, terjadi perubahan organisasi, di mana Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan dikembangkan menjadi Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan. Selain itu, Fakultas Sains & Teknik juga dikembangkan  Fakultas Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Unsoed kemudian juga membuka Fakultas Ilmu Budaya yang sebelumnya berada di bawah administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Kini, UNSOED menegaskan komitmennya sebagai perguruan tinggi yang diakui dunia sebagai pusat  pengembangan  sumberdaya  perdesaan dan kearifan lokal UNSOED saat ini juga telah, sedang dan terus mengembangkan kemitraan strategis dengan sesama perguruan tinggi, kalangan pebisnis, masyarakat dan pemerintah pusat/daerah untuk bersama-sama mengembangkan potensi yang ada dalam rangka meningkatkan peran dan aktualisasinya, sehingga kiprah ketridharmaannya dapat dirasakan kemanfaatannya bagi nusa, bangsa, negara dan nilai-nilai kemanusiaan.
 
23 SEPTEMBER 1964
HARI JADI PROVINSI SULAWESI UTARA

Provinsi Sulawesi Utara, sebagaimana dikutip dari laman seputarsulut.com, mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat Satu. Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi. Seiring dengan perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 5 tahun 1960 Provinsi Sulawesi dibagi menjadi dua bagian yaitu Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara dan Provinsi Sulawesi Utara-Tengah. Untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/m tahun 1960 tanggal 23 Maret 1960 ditunjuklah Mr. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.

Sembilan bulan kemudian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 /Prp/Tahun 1960. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 ini, maka dimulailah penyelenggaraan pemerintahan daerah-daerah otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana Wilayah Sulawesi Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah. Otonomisasi Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah ini secara de facto baru dimulai sejak terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada tanggal 26 Desember 1961.

Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah pada waktu itu dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 yang kemudian diikuti pula dengan terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan Presiden itu pada hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan penyelenggaraan pemerintahan di daerah berdasarkan stelsel “demokrasi terpimpin” sekaligus merupakan penyempurnaan (retooling) aparatur pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Sementara itu Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 mengubah Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari Wakil-Wakil Parpol sesuai hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil Parpol dan Golongan Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua DPRD yang bukan anggota.

Karena hal itulah pada periode kepemimpinan Mr. A.A. Baramuli sejak tanggal 23 Maret 1960 - 15 Juli 1962 disamping menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara - Tengah, dia juga berkedudukan sebagai Ketua DPRD. Mr. A.A. Baramuli berakhir masa jabatannya pada 15 Juni 1962, kemudian Presiden menunjuk Letkol F.J. Tumbelaka sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah menggantikannya. Letkol F.J. Tumbelaka kemudian dikukuhkan sebagai Gubernur Definitif berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963. Pada tanggal 23 September 1964, disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara.

23 SEPTEMBER 1967
DIPERINGATI SEBAGAI HARI MARITIM NASIONAL

Hari Maritim Nasional atau yag juga disebut sebagai Hari Bahari Nasional, sebagaimana dikutip dari laman detik.com, adalah salah satu hari penting nasional yang diperingati pada tanggal 23 September setiap tahunnya. Hari Maritim Nasional diperingati sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan besarnya potensi maritim di tanah air. Hari Maritim Nasional juga menjadi momentum dalam rangka mengoptimalisasikan sektor maritim dalam mendukung rencana pemerintah untuk menjadikan maritim Indonesia sebagai poros maritim dunia. Ada dua peringatan Hari Maritim Nasional 2021 di Indonesia, yaitu pada 21 Agustus dan 23 September. Namun, secara resmi pemerintah Indonesia telah menetapkan Hari Maritim Nasional pada 23 September, meskipun masih ada sejumlah organisasi yang tetap merayakan Hari Maritim Nasional pada 21 Agustus.

Dalam sejarahnya, peringatan Hari Maritim Nasional berawal dari peresmian Angkatan Laut oleh Presiden Soekarno pada tahun 1953. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam pidato Presiden Soekarno yang kurang lebih isinya yaitu: "Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos-jongos di kapal. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri." Kemudian, pada tahun 1957, Soekarno mengumumkan Deklarasi Djuanda yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia meliputi laut sekitar, di antara, dan di dalam Kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.

Dikutip dari laman tirto.id, Hari Maritim Nasional diperingati setiap tahun, sebagai upaya agar masyarakat sadar akan potensi besar yang dimiliki Indonesia sebagai sebuah negara maritim. Peringatan Hari Maritim Nasional juga ditujukan untuk merayakan segala hal yang telah dilakukan pemerintah terkait kemaritiman di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam memantapkan posisi Indonesia sebagai negara maritim adalah menetapkan 7 Pilar Poros Maritim Dunia. Ketetapan tersebut dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Laut Indonesia. Tujuh Pilar Poros Maritim Dunia adalah berbagai kebijakan terkait kelautan Indonesia agar dapat menjadi sebuah poros maritim bagi dunia. 7 Pilar Poros Maritim Dunia dibuat sejalan dengan salah satu visi Indonesia, yaitu untuk menjadi sebuah negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai kepentingan nasional.

Pada 23 September 2021, sebagaimana dikutip dari tirto.id, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memperingati Hari Maritim Nasional dengan mengangkat tema "Pekan Literasi Maritim 2021". Kegiatan ini diharapkan dapat menciptakan SDM yang unggul melalui penguatan literasi generasi muda terkait berbagai pengetahuan kemaritiman Indonesia. Pada hari pertama Pekan Literasi Maritim ini, telah diadakan public lecture bersama Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Sesmenko Marves) Agung Kuswandono dan Direktur Utama (Dirut) PT Balai Pustaka Achmad Fahrodji. Melalui public lecture ini, kedua narasumber kembali mengingatkan pentingnya literasi secara umum dan literasi kemaritiman secara khusus karena Indonesia memiliki sejarah kemaritiman yang kuat.

0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 23 SEPTEMBER"

Post a Comment