RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 2 JUNI

 
2 Juni 1849, Pakubuwana VI Raja Kasunanan Surakarta Wafat
Sri Susuhunan Pakubuwana VI adalah seorang Raja di Kasunanan Surakarta yang memerintah pada tahun 1823 hingga 1830. Pakubuwana VI naik tahta tanggal 15 September 1823, yaitu selang sepuluh hari setelah kematian ayahnya (Pakubuwana V) dan ketika itu ia baru berusia 16 tahun. Pakubuwana VI lahir pada tanggal 26 April 1807 di Surakarta, Jawa Tengah dengan nama aslinya yaitu Raden Mas Sapardan. Ia merupakan anak laki-laki ke-11 dari Pakubuwana V dengan istrinya KRAy. Sasrakusuma, keturunan Ki Juru Martani, patih pertama dalam sejarah Kesultanan Mataram, dari garis darah ibunya. Pakubuwana VI juga memiliki julukan sebagai Sinuhun Bangun Tapa, julukan ini diberikan atas kegemarannya melakukan tapa brata.

Atas perjuanganya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Sunan Pakubuwana VI ditetapkan pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional berdasarkan S.K. Presiden RI No. 294 Tahun 1964, tanggal 17 November 1964. Pakubuwana VI adalah pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, yang memberontak terhadap Kesultanan Yogyakarta dan pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1825. Pakubuwana VI meninggal dunia di Ambon pada tanggal 2 Juni 1849 (di usia 42 tahun). Menurut laporan resmi Belanda, ia meninggal karena kecelakaan saat berpesiar di laut. Pada tahun 1957 jasad Pakubuwana VI dipindahkan dari Ambon ke Astana Imogiri, yaitu kompleks pemakaman keluarga raja keturunan Mataram. Pada saat makamnya digali, ditemukan bukti bahwa tengkorak Pakubuwana VI berlubang di bagian dahi, sehingga dapat disimpulkan bahwa Raja Surakarta yang anti penjajahan ini diperkirakan wafat dibunuh dengan cara ditembak pada bagian dahi.

2 Juni 1897, Hari Lahir Tan Malaka (Pahlawan Nasional)
Tan Malaka adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang ikut berjuang dalam upaya memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia, pada masa perjuangannya tersebut ia merupakan salah satu tokoh pendidikan yang mendirikan Sekolah Rakyat. Tan Malaka lahir pada tanggal 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota, Sumatra Barat. Nama aslinya adalah Sutan Ibrahim, namun kemudian mendapat gelar Tan Malaka kerena ia keturunan semi-bangsawan dari garis Ibu, sehingga nama lengkapnya adalah Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka. Ayahnya bernama HM. Rasad yang bekerja sebagai petani, sedangkan ibunya bernama Rangkayo Sinah yang merupakan seorang putri bangsawan yang disegani di desanya pada waktu itu. Pada tahu 1908, Tan Malaka disekolakan di Kwekschool (merupakan sekolah guru pada masa Hindia Belanda), berlokasi di Fort de Kock yang berada di Sumatera Barat. Ia lulus pada tahun 1913 dan mendapatkan gelar "Datuk" dalam sebuah upacara tradisional pada 1913.

Pada Oktober 1913, Tan Malaka melanjutkan pendidikannya ke negeri Belanda yaitu Rijkskweekschool (sebuah sekolah pendidikan guru pemerintah), selama kuliah di sini ia mulai mendapatkan pengetahuannya tentang revolusi, terlebih setelah mempelajari buku berjudul "de Fransche Revolutie". Setelah Revolusi Rusia pada Oktober 1917, ia mulai tertarik mempelajari paham Sosialisme dan Komunisme. Sejak saat itu, ia sering membaca buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin. Tan Malaka juga pernah mendaftar ke militer Jerman, namun ia ditolak karena Angkatan Darat Jerman tidak menerima orang asing. Setelah beberapa waktu kemudian, ia bertemu Henk Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV, yakni organisasi yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia). Tan Malaka udian bergabung dengan Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging (SDOV), sebuah Asosiasi Demokratik Sosial Guru. Pada bulan November 1919, ia lulus dan menerima ijazahnya yang disebut hulpactie.

Setelah lulus dari SDOV, ia kembali ke desanya lalu menerima tawaran Dr. C. W. Janssen untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Sanembah, Tanjung Morawa, Deli, Sumatra Utara. Tan Malaka tiba di Tanjung Morawa pada Desember 1919 dan mulai mengajar anak-anak itu berbahasa Melayu pada Januari 1920. Selain mengajar, Tan Malaka juga menulis beberapa propaganda subversif untuk para kuli, dikenal sebagai Deli Spoor. Ia juga menyempatkan diri untuk menulis, salah satu karya tulisannya berjudul "Tanah Orang Miskin", yang menceritakan tentang perbedaan mencolok dalam hal kekayaan antara kaum kapitalis dan pekerja, yang dimuat di Het Vrije Woord edisi Maret 1920.  Ia juga menulis mengenai penderitaan para kuli kebun teh di Sumatra Post. Selanjutnya, Tan Malaka menjadi calon anggota Volksraad dalam pemilihan tahun 1920 mewakili kaum kiri, namun mengundurkan diri pada 23 Februari 1921 tanpa diketahui alasannya. 

Tan Malaka lalu membuka sekolah di Semarang atas bantuan Darsono, salah seorang tokoh dari organisasi Sarekat Islam (SI) Merah, sekolah itu diberi nama "Sekolah Rakyat" dengan menggunakan kurikulum sama persis dengan yang digunakan di Uni Sovyet. Selama hidupnya Tan Malaka dikabarkan membujang hingga akhir hayatnya, meski sempat menjalin hubungan asmara baik saat berada di luar negeri maupun ketika berada di Indonesia, Tan Malaka tak berlanjut menikah karena kesibukannya dalam memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia. Pada 21 Februari 1949, Tan Malaka dieksekusi mati oleh Suradi Tekebek, orang yang diberi tugas oleh Letnan Dua Soekotjo dari Batalion Sikatan, Divisi Brawijaya. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional. Pada 21 Februari 2017, jenazah Tan Malaka secara simbolis dipindahkan dari Kediri ke Sumatra Barat.

2 Juni 1994, Peristiwa Gempa dan Tsunami di Banyuwangi
Pada tanggal 2 Juni 1994 sekitar pukul 18.17 WIB, telah terjadi Gempa Bumi yang disusul dengan gelombang Tsunami dan menghantam pesisir selatan Jawa Timur. Gempa bumi ini dipicu oleh pergerakan lempeng tektonik yang berpusat di Samudera Hindia pada kedalaman 18 KM dan berkekuatan 7.8 Magnitudo, dimana titik episentrumnya berada di koordinat 10.477°S 112.835°E.

Gelombang Tsunami menerjang berselang 7 jam setelah terjadinya gempa bumi, yaitu pada pukul 01.00 WIB. Tsunami ini menerjang pemukiman penduduk di pesisir selatan Kabupaten Banyuwangi, yaitu di sekitar Pantai Plengkung, Pantai Pancer dan Pantai Rajegwesi hingga rata dengan tanah. Kejadian ini menyebabkan setidaknya 250 orang meninggal, 127 orang hilang, 423 luka, 1.500 rumah rusak, 278 perahu rusak dan hilang. Selain Banyuwangi, Tsunami juga memberikan dampak hingga Jember, Malang, Blitar, Tulung Agung, Trenggalek dan Pacitan.

0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 2 JUNI"

Post a Comment