12 SEPTEMBER 1923
LAHIRNYA PERSIS (PERSATUAN ISLAM)
Persis (Persatuan Islam), sebagaimana dikutip dari laman wawasansejarah.com, merupakan salah satu organisasi pembaharuan yang muncul pada awal ke-20. Persis berawal dari suatu kelompok tadarusan di kota Bandung di bawah pimpinan H. Muhammad Zamzam dan Muhammad Yunus. Sejak awal pendiriannya, Persis lebih menitik beratkan perjuangannya pada dakwah dan pendidikan Islam. Selain Persis, diabad ke-20 ini juga bermunculan organisasi-organisasi pembaharuan Islam di Indonesia yang memiliki ciri sebagai gerakan tajdid, di antaranya Muhammadiyah di Yogyakarta dan al-Irsyad di Jakarta, semua gerakan ini berdasarkan ajaran-ajaran salaf dan reformis.
LAHIRNYA PERSIS (PERSATUAN ISLAM)
Persis (Persatuan Islam), sebagaimana dikutip dari laman wawasansejarah.com, merupakan salah satu organisasi pembaharuan yang muncul pada awal ke-20. Persis berawal dari suatu kelompok tadarusan di kota Bandung di bawah pimpinan H. Muhammad Zamzam dan Muhammad Yunus. Sejak awal pendiriannya, Persis lebih menitik beratkan perjuangannya pada dakwah dan pendidikan Islam. Selain Persis, diabad ke-20 ini juga bermunculan organisasi-organisasi pembaharuan Islam di Indonesia yang memiliki ciri sebagai gerakan tajdid, di antaranya Muhammadiyah di Yogyakarta dan al-Irsyad di Jakarta, semua gerakan ini berdasarkan ajaran-ajaran salaf dan reformis.
Berawal dari kelompok tadarusan di kota Bandung yang dipelopori oleh H. Muhammad Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dua orang saudagar dari Palembang, keduanya bersama para jamaah yang waktu itu hanya berjumlah 20-an orang ini mulai mengkaji serta menguji ajaran-ajaran Islam, hingga akhirnya mengetahui hakitat Islam yang sebenarnya. Mereka menjadi sadar bahaya keterbelakangan, kejumudan, penutupan pintu ijtihad, taklid buta, dan serangkaian bid’ah. Mereka lalu berusaha melakukan gerakan tajdid dan pemurnian ajaran agama Islam dari paham-paham yang menyesatkan. Atas dasar itulah, kelompok tadarusan ini untuk mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Persis pada tanggal 12 September 1923 di Bandung.
Sejak awal pendiriannya, Persis lebih menitikberatkan perjuangannya pada penyebaran penyiaran paham al-Qur’an dan As-Sunnah kepada masyarakat Islam dan bukan untuk memperbesar dan memperluas jumlah anggota dalam organisasi. Pada tahun-tahun pertamanya, Persis hanya memiliki anggota sekitar 20an orang. Aktivitas pun berakar pada shalat Jum’at ketika anggota datang bersama-sama dan mengikuti kursus-kursus pengajaran agama yang diberikan sejumlah tokoh Persis. Organisasi ini mendapat bentuknya yang jelas setelah masuknya Ahmad Hassan pada tahun 1926 dan Mohammad Natsir pada 1927. Sejak masuknya Ahmad Hassan, Persis memiliki guru utama dalam menyampaikan ajaran Islamnya.
Tidak hanya berdakwah melalui jamaah tadarus, Persis juga menerbitkan risalah dan majalah, antara lain: Pembela Islam (1929-1935), al-Fatwa (1933-1935), Soal Jawab (1931-1940), al-Lisan (1935-1942, at-Taqwa (1937-1941), Lasykar Islam (1937), dan al-Hikam (1939). Pada tahun 1940, Ahmad Hassan beserta 25 muridnya pindah ke Bangil, Jawa Timur dan pesantren yang berada di Bandung dilanjutkan oleh K.H. Endang Abdurrahman. Pada masa penjajahan Jepang, organisasi ini kurang berkembang karena menentang kebijaksanaan penjajah yang mewajibkan melakukan Sei kerei (penghormatan kepada kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah Tokyo).
Menjelang kemerdekaan, Persis mulai tertarik dengan masalah-masalah politik. Para tokoh Persis berpandangan bahwa kembali ke al-Quran dan Sunah itu tidak hanya terbatas dalam akidah dan ibadah, tetapi lebih luas dari pada ini, termasuk berjuang dalam politik untuk memenangkan ideologi Islam. Pada tanggal 8 November 1945, Persis turut mempelopori lahirnya Partai Masyumi di Yogyakarta, sebagai wadah politik umat Islam di Indonesia. Selain bergabung dengan Masyumi, Persis juga melakukan reorganisasi untuk menyusun kembali sistem organisasi yang sebelumnya dibekukan oleh Jepang. Bergantinya tampuk kepemimpinan dan perubahan situasi negara selalu mengiringi perubahan penampilan Persis di publik.
12 SEPTEMBER 1959
LAHIRNYA PEPABRI DAN HARI PURNAWIRAWAN
PPABRI (Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), sebagaimana dikutip dari laman resminya pepabri.or.id, adalah organisasi massa non partai yang proaktif revolusioner berasaskan sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila. Pepabri merupakan wadah para purnawirawan ABRI, Janda ABRI dan Janda pensiunan ABRI untuk memperkokoh tali persaudaraan dan pertalian antara para anggota beserta keluarganya serta memperjuangkan dan memajukan tingkatan penghidupan rohani dan jasmani para anggota beserta keluarga. PEPABRI lahir di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno, menempuh kebijakan rehabilitasi dan rasionalisasi pada awal tahun 50-an guna memperjuangan para purnawirawan.
Dengan memperhatikan keadaan yang berkembang, khususnya kondisi umum para bekas pejuang kemerdekaan, sekelompok pensiunan TNI merasa terpanggil untuk mengambil inisiatif membentuk organisasi pensiunan TNI. Pada tanggal 1 September 1953, di Solo berdirilah organisasi Persatuan Pensiunan Angkatan Perang Republik Indonesia disingkat PPAPRI. Organisasi PPAPRI masih bersifat lokal, dengan anggota meliputi mereka yang berada di sekitar Keresidenan Surakarta, khususnya para mantan angggota legiun Mangkunegaraan. PPAPRI mempunyai tujuan, selain menggalang solidaritas, juga berupaya meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Pada tanggal 12 April 1957 para pensiunan TNI di Jakarta membentuk organisasi Persatuan Pensiunan Angkatan Perang Republik Indonesia disingkat PERPAPRI yang juga masih bersifat lokal. Kelahiran PERPAPRI di Jakarta didorong oleh semangat juang yang tidak mengenal pensiun.
Pada tanggal 10 sampai dengan 12 September 1959, PERPAPRI menyelenggarakan Kongres Nasional – I di Kaliurang Yogyakarta yang juga dihadiri oleh perwakilan dari Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan PPAPRI Solo. Kongres ini menghasilkan keputusan yang sangat monumental yakni sepakat mempersatukan seluruh organisasi pensiunan dan Janda APRI/Janda pensiunan dalam satu wadah, dengan nama Persatuan Pensiunan Angkatan Perang Republik Indonesia disingkat PERPAPRI serta menyepakati landasan perjuangan dan identitas organisasi, yang kemudian dirumuskan dalam kode kehormatan “Catur Dharma.” Organisasi pensiunan dan janda APRI/janda pensiunan, telah lahir di bumi Indonesia. Inilah cikal bakal organisasi PEPABRI.
Kongres Nasional – III PEPABRI yang dilaksanakan di Lembang Bandung pada bulan April 1964, mengikut sertakan PPAKRI. Kongres menghasilkan keputusan penting antara lain menerima pengintegrasian PPAKRI ke dalam PEPAPRI, menyepakati perubahan nama PEPAPRI menjadi Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia disingkat PEPABRI, merubah sebutan pensiunan menjadi purnawirawan dan Janda ABRI/Janda purnawirawan menjadi warakawuri, serta menetapkan tanggal 12 September sebagai hari Purnawirawan dan hari lahir PEPABRI. Pada Munas ke-X tahun 1992 memutuskan merubah nama organisasi, yang semuka bermana Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, menjadi Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dengan singkatan tetap PEPABRI.
Pada dekade 70-an PEPABRI mulai memberikan perhatian besar pada bidang ekonomi dan kesejahteraan. Yayasan Dharma Wirawan didirikan pada tahun 1974, Yayasan Catur Dharma Yatim pada tahun 1975, Yayasan Panti Asuhan Seroja pada tahun 1978, Badan Perencanaan Perumahan berdiri pada tahun 1979. PEPABRI juga memiliki beberapa lembaga pendidikan umum dan kejurusan, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi di beberapa daerah. Organisasi PEPABRI terdapat di seluruh wilayah tanah air, di tingkat Pusat disebut Dewan Pimpinan Pusat (DPP), di tingkat Propinsi disebut Dewan Pimpinan Daerah (DPD), di tingkat Kabupaten/Kota disebut Dewan Pimpinan Cabang (DPC), di tingkat Kecamatan disebut Pimpinan Anak Cabang (PAC), di tingkat Kelurahan/Desa disebut Pimpinan Ranting (PR).
12 SEPTEMBER 1984
PERISTIWA TANJUNG PRIOK
Peristiwa Tanjung Priok, sebagaimana dikutip dari sejarahlengkap.com, merupakan peristiwa kelam yang terjadi pada masa pemerintahan orde baru, dimana sejumlah massa yang menuntut pembebasan 4 kawan mereka yang ditahan karena dianggap menentang pemerintah pada masa itu. Ribuan massa yang datang dari arah Tanjung Priok bergerak kearah Kodim dan polres Tanjung Priok dihadang oleh sejumlah pasukan militer bersenjata lengkap. Karena massa terus maju, seketika itu para aparat menembaki mereka dengan menggunakan senapan otomatis hingga beberapa orang tewas. Meski sebagian massa telah mundur dan berlari, aparat secara terus-menerus dan brutal menembaki mereka tanpa henti hingga ratusan orang tewas dan sebagian lainnya mengalami luka parah. Kejadian ini kemudian dikenang sebagai peristiwa Tanjung Priok.
PERISTIWA TANJUNG PRIOK
Peristiwa Tanjung Priok, sebagaimana dikutip dari sejarahlengkap.com, merupakan peristiwa kelam yang terjadi pada masa pemerintahan orde baru, dimana sejumlah massa yang menuntut pembebasan 4 kawan mereka yang ditahan karena dianggap menentang pemerintah pada masa itu. Ribuan massa yang datang dari arah Tanjung Priok bergerak kearah Kodim dan polres Tanjung Priok dihadang oleh sejumlah pasukan militer bersenjata lengkap. Karena massa terus maju, seketika itu para aparat menembaki mereka dengan menggunakan senapan otomatis hingga beberapa orang tewas. Meski sebagian massa telah mundur dan berlari, aparat secara terus-menerus dan brutal menembaki mereka tanpa henti hingga ratusan orang tewas dan sebagian lainnya mengalami luka parah. Kejadian ini kemudian dikenang sebagai peristiwa Tanjung Priok.
Peristiwa Tanjung Priok ini berawal dari gencarnya pemerintah orde baru mengkampanyekan Pancasila sebagai asas tunggal negara sejak awal tahun 1980-an sebagai salah satu bentuk kebijakan politik orde baru pada masa itu melalui RUU Asas Tunggal Pancasila. Dengan penetapan asas tunggal tersebut, artinya semua organisasi yang ada di Republik Indonesia wajib mendasarkan diri pada asas Pancasila dan dilarang menggunakan asas yang lain. Kebijakan ini berarti siapapun yang tidak menggunakan asas Pancasila dianggap tidak sejalan dengan kebijakan politik pemerintah di masa itu dan akan dianggap anti Pancasila. Banyak pihak yang menolak keputusan pemerintah ini, terutama berasal dari ormas-ormas di beberapa daerah. Banyak ormas Islam yang juga menolak hal ini, hingga para pimpinan mereka menyisipkan penolakan ini melalui khotbah dan pengajian.
Dari kebijakan orde baru inilah muncul suatu gelombang ketidak puasan yang memuncak menjadi penyebab peristiwa Tanjung Priok. Demonstrasi yang terjadi sebagai penolakan terhadap Pancasila sebagai satu – satunya asas berawal dari aksi kekerasan dan penahanan terhadap empat orang warga yaitu Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe dan Muhammad Nur. Keempatnya ditahan setelah aksi pembakaran sepeda motor Babinsa, yang kemudian menjadi latar belakang peristiwa Tanjung Priok yang mengerikan tersebut. Pemicu aksi pembakaran itu sendiri terjadi ketika masyarakat mendengar aksi provokasi yang dilakukan oleh oknum Babinsa di musala/ masjid As – Saadah dan mereka menolak penahanan tersebut. Penyebab Peristiwa Tanjung Priok sebagai salah satu peristiwa pada masa orde baru bermula dari tanggal 8 September 1984.
Ketika itu seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) Sersan Satu Hermanu dan seorang tekannya dari Koramil tiba di Masjid / Musala As-Saadah, gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Beberapa saksi mengatakan, mereka datang ke masjid untuk membersihkan spanduk dan brosur di dalam masjid tersebut yang isinya dianggap berupa dakwah menentang pemerintah. Aksi tersebut kemudian menyebabkan pertengkaran antara beberapa jamaah di masjid atau musala tersebut dengan para Babinsa. Aksi tersebut kemudian mengundang warga masyarakat sekitar berdatangan ke area Masjid, mereka menuntut kedua Babinsa meminta maaf atas tindakan mereka, hingga menimbulkan keributan. Syarifuddin Rambe dan Sofwan Sulaeman sebagai pengurus masjid Baitul Makmur mencoba menengahi dengan bermusyawarah, namun massa yang sudah emosi membakar motor milik Hermanu. Aparat kemudian menangkap Rambe, Sulaeman, pengurus lain bernama Ahmad Sahi, dan Muhamad Nur sebagai akibatnya.
Masyarakat kemudian meminta bantuan kepada Amir Biki, seorang tokoh masyarakat yang dianggap mampu menjembatani massa dengan tentara di Kodim dan Koramil karena memiliki hubungan luas dengan para pejabat militer di Jakarta. Setelah itu Amir Biki mendatangi kantor Kodim Jakarta Utara, tempat ditahannya keempat orang tersebut dan bertemu dengan As Intel Kodam V Jaya, Kolonel Sampurno. Tetapi ia tidak mendapatkan respon yang baik. Tidak juga ketika berusaha bertemu dengan Pangdam Jaya Mayjen Tri Sutrisno dan tidak berhasil. Pada tanggal 12 September, Amir Biki menghubungi kantor Kodim 0502 dan menyampaikan ultimatum kepada petugas piket untuk meminta pembebasan keempat orang yang ditahan hingga pukul 23.00 WIB. Amir Biki dan beberapa tokoh agama lain kemudian mengundang umat Islam di Jakarta dan sekitarnya dalam sebuah acara tabligh akbar sambil menunggu.
Pada tanggal 12 September 1984 sekitar 1500 hingga 3000 orang massa berkumpul untuk menuntut pembebasan empat orang yang ditahan, hingga terjadilah bentrokan dan penembakan aparat kepada massa yang datang. Setelah peristiwa terjadi, datanglah truk tentara yang mengangkut para korban penembakan ke RSPAD Gatot Subroto. Menurut investigasi dari Solidaritas Nasional Untuk Peristiwa Tanjung Priok (Sontak) jumlah korban diperkirakan mencapai 400 orang tewas tidak termasuk yang cacat dan luka – luka. Akan tetapi menurut pemerintah, jumlah korban sama sekali tidak mencapai angka sebanyak itu. Hingga sekarang pun penyebab peristiwa Tanjung Priok dan latar belakangnya yang sarat dengan ciri pokok orde baru masih simpang siur terutama dalam detil peristiwanya. Hingga saat ini keluarga korban masih banyak yang menuntut keadilan dan investigasi menyeluruh atas pelanggaran HAM besar – besaran yang terjadi, namun belum ada tanggapan yang berarti dari pemerintah.
0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 12 AGUSTUS"
Post a Comment