03 SEPTEMBER - DIPERINGATI SEBAGAI HARI PENCAKAR LANGIT
Tanggal 3 September, sebagaimana dikutip dari merdeka.com, diperingati sebagai Hari Pencakar Langit, dimana tanggal ini diambil dari tanggal lahir Louis Henry Sullivan yaitu 3 September 1956. Louis Henry Sullivan dikenal sebagai pembaharu dalam arsitektur Amerika yang dikenal dengan desain pencakar langitnya yang kaya estetika, atas prestasinya tersebut ia dinobatkan sebagai "bapak pencakar langit" dan secara luas dianggap sebagai arsitek perancang gedung pencakar langit yang pertama. Gedung pencakar langit pertama di dunia selesai dibangun pada tahun 1885 di Chicago dan tingginya hanya 138 kaki, hanya 10 lantai yang bahkan tidak akan dihitung sebagai gedung pencakar langit saat ini. Tapi nama itu melekat, dan awalnya setiap bangunan yang menjulang tinggi di atas struktur sekitarnya dijuluki gedung pencakar langit.
Tanggal 3 September, sebagaimana dikutip dari merdeka.com, diperingati sebagai Hari Pencakar Langit, dimana tanggal ini diambil dari tanggal lahir Louis Henry Sullivan yaitu 3 September 1956. Louis Henry Sullivan dikenal sebagai pembaharu dalam arsitektur Amerika yang dikenal dengan desain pencakar langitnya yang kaya estetika, atas prestasinya tersebut ia dinobatkan sebagai "bapak pencakar langit" dan secara luas dianggap sebagai arsitek perancang gedung pencakar langit yang pertama. Gedung pencakar langit pertama di dunia selesai dibangun pada tahun 1885 di Chicago dan tingginya hanya 138 kaki, hanya 10 lantai yang bahkan tidak akan dihitung sebagai gedung pencakar langit saat ini. Tapi nama itu melekat, dan awalnya setiap bangunan yang menjulang tinggi di atas struktur sekitarnya dijuluki gedung pencakar langit.
Meskipun istilah 'pencakar langit' baru diciptakan pada akhir abad ke-19 untuk menggambarkan bangunan konstruksi rangka baja minimal 10 lantai, keinginan akan bangunan tinggi dan mengesankan meluas kembali ke Piramida Giza di Mesir dan katedral yang dibangun di seluruh Eropa. Seiring waktu, kemampuan untuk merekayasa dan membangun gedung pencakar langit meningkat secara drastis, dan sekarang sebuah bangunan harus memiliki setidaknya 40 lantai untuk diklasifikasikan sebagai gedung pencakar langit. Di daerah perkotaan yang padat di mana tanah menjadi cukup mahal, gedung pencakar langit memungkinkan kita untuk membangun ke atas daripada ke luar, mengubah satu peruntukan luas tanah menjadi 40 lantai atau lebih dari ruang hidup potensial.
Council on Tall Buildings and Urban Habitat, sebuah organisasi internasional insinyur sipil dan arsitek yang berbasis di Chicago, AS adalah otoritas pada ketinggian resmi gedung-gedung tinggi dan menentukan gedung mana yang menerima gelar Gedung Tertinggi di Dunia. Dewan mengurutkan ketinggian bangunan berdasarkan tiga kriteria: ketinggian bangunan dari tingkat terendah ke puncak arsitektur, tidak termasuk antena dan tiang bendera; lantai tertinggi yang ditempati; dan dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, termasuk antena dan tiang bendera. Di Indonesia gedung pencakar langit tertinggi disandang oleh Gama Tower yakni setinggi 285,5 meter. Gama Tower memiliki sertifikat Greenship Gold, yaitu sertifikat bangunan hijau dan menempati peringkat 93 tertinggi di Benua Asia dan 162 di dunia.
Kini di zaman yang lebih modern, gedung pencakar langit harus mencapai ketinggian minimal 150 meter (492 kaki). Karena lanskap telah berubah, The Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH) menciptakan dua kategori tambahan untuk membedakan struktur luar biasa ini: supertall dan megatall. Gedung pencakar langit yang dianggap masuk kategori "supertall" yaitu yang menjulang setinggi lebih dari 300 meter (984 kaki). Pencakar langit yang melebihi ketinggian lebih dari 600 meter (1.969 kaki) yang memusingkan masuk ke dalam kategori "megatall" yang jarang digunakan. Saat ini Burj Khalifa di Dubai, Uni Emirat Arab, tetap menjadi gedung tertinggi di dunia selama satu dekade terakhir. Selesai pada 2010, strukturnya berdiri dengan panjang 2.717 kaki. Konstruksi awalnya dimulai pada tahun 2004 dan memiliki total 163 lantai.
03 SEPTEMBER 1945 - LAHIRNYA PALANG MERAH INDONESIA (PMI)
Sejarah Palang Merah di Indonesia, sebagaimana dikutip dari kompas.id, dimulai sejak masa kolonial Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda pada 21 Oktober 1873 mendirikan organisasi Het Nederland-Indiche Rode Kruis (NIRK). NIRK ini diubah namanya menjadi Nederlands Rode Kruiz Afdeling Indie (NERKAI) pada 31 Desember 1945. Pada tahun 1932, dr. RCL. Senduk dan Bahder Djohan bergerak memelopori upaya pendirian Palang Merah Indonesia. Proposal diajukan kepada Kongres NERKAI (1940) untuk pendirian PMI, akan tetapi proposal tersebut ditolak. Proposal bahkan ditanggapi oleh seorang peserta kongres dengan kata-kata sinis, “de Inlander weet niet wat menschelijk is (orang pribumi tidak mengetahui apa yang dimaksud kemanusiaan).” Proposal ini kembali diajukan pada saat Jepang masuk menguasai Hindia-Belanda pada tahun 1942–1945, tetapi usulan tersebut kembali mendapat penolakan.
Pada 3 September 1945, tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Soekarno memandatkan pendirian Badan Palang Merah Nasional kepada Menteri Kesehatan dr. Buntaran Martoatmodjo. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa keberadaan Negara Indonesia yang baru saja diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah fakta nyata. Berdasarkan perintah tersebut, pada 5 September 1945 dr. Buntaran membentuk Panitia Lima yang terdiri atas dr. R. Mochtar, dr. Bahder Johan, dr. Joehana, Dr. Marjuki, dan dr. Sitanala untuk mempersiapkan pembentukan Palang Merah Indonesia. Cita-cita tersebut terwujud pada 17 September 1945 dengan dibentuknya Pengurus Besar Palang Merah Indonesia (PMI). Ketua pertama Pengurus Besar PMI ini adalah Drs. Mohammad Hatta dan dr. R. Boentaran Martoatmodjo menjadi wakilnya.
PMI waktu itu berperan penting dalam karya kemanusiaan pada masa perang, yakni dalam pembebasan dan pengembalian tawanan-tawanan perang dan pekerja paksa romusha dari masa pendudukan Jepang. Pada waktu itu, PMI tergabung dalam Organisasi Panitia Oentoek Pengembalian Djepang dan Allied Prisoneer War and Interneer (POPDA) yang dipimpin oleh Jenderal Mayor Sudibyo dan Jenderal Mayor Adul Kadir. PMI dalam hal ini menolong orang-orang yang diangkut dari kamp-kamp internir, pengungsian anak-anak Indo-Belanda dan pengangkutan tentara Koninklijke Nederlands-Indische Leger (KNIL) ke daerah yang diduduki tentara Hindia Belanda, membantu Tentara Rakyat Indonesia dan keluarganya berpindah ke daerah Republik, serta membantu mengirimkan berita keluarga dengan formulir palang merah, kartu pos palang merah, dan berita radio.
Setelah Indonesia mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari Pemerintah Belanda pada Konferensi Meja Bundar yang berlangsung pada 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949 di Den Haag, Belanda, PMI mengadakan kerja sama dengan Palang Merah Hindia Belanda, NERKAI, untuk koordinasi karya kepalangmerahan di Indonesia. Hal ini sempat mendapatkan tentangan dari kelompok progresif di Indonesia. Beberapa bulan setelahnya, pada 16 Januari 1950, guna mempersatukan gerakan Palang Merah di Indonesia, Pemerintah Belanda membubarkan NERKAI dan menyerahkan asetnya kepada PMI. Penyerahan ini diwakili oleh dr. B. van Trich dari pihak NERKAI dan dr. Bahder Djohan dari pihak PMI. Pemerintah Republik Indonesia Serikat melalui Presiden Soekarno mengukuhkan organisasi PMI dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tanggal 16 Januari 1950 dan Keputusan Presiden Nomor 246 Tanggal 29 November 1963. Dokumen Keppres 25/1950 tersebut membuat PMI menjadi badan hukum bernama “Perhimpunan Palang Merah Indonesia”.
0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 03 SEPTEMBER"
Post a Comment