14 AGUSTUS 1950 - HARI JADI KABUPATEN BANJAR
Kabupaten Banjar adalah salah satu Kabupaten yang ada di wilayah Provinsi Kalimanatan Selatan. Sejarah berdirinya Kabupaten Banjar, sebagaimana dikutip dari laman resminya banjarkab.go.id, berawal dari tahun 1826, dimana pada masa itu dibuatlah sebuah perjanjian antara Sultan Adam dengan Pemerintah Hindia Belanda. Perjanjian itu dibuat untuk pertama kalinya, dan merupakan ketetapan hukum tertulis dalam menerapkan hukum Islam di Kesultanan Banjar yang dikenal dengan Undang-Undang Sultan Adam. Setelah Kesultanan Banjar jatuh ketangan Belanda dan dihapuskan pada tahun 1860, wilayahnya kemudian dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi Banua Lima di bawah regent Raden Adipati Danu Raja dan divisi Martapura di bawah regent Pangeran Jaya Pamenang.
Kabupaten Banjar adalah salah satu Kabupaten yang ada di wilayah Provinsi Kalimanatan Selatan. Sejarah berdirinya Kabupaten Banjar, sebagaimana dikutip dari laman resminya banjarkab.go.id, berawal dari tahun 1826, dimana pada masa itu dibuatlah sebuah perjanjian antara Sultan Adam dengan Pemerintah Hindia Belanda. Perjanjian itu dibuat untuk pertama kalinya, dan merupakan ketetapan hukum tertulis dalam menerapkan hukum Islam di Kesultanan Banjar yang dikenal dengan Undang-Undang Sultan Adam. Setelah Kesultanan Banjar jatuh ketangan Belanda dan dihapuskan pada tahun 1860, wilayahnya kemudian dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi Banua Lima di bawah regent Raden Adipati Danu Raja dan divisi Martapura di bawah regent Pangeran Jaya Pamenang.
Divisi Martapura terbagi dalam 5 Distrik, yaitu Distrik Martapura, Distrik Riam Kanan, Distrik Riam Kiwa, Distrik Benua Empat dan Distrik Margasari. Selanjutnya terjadi perubahan dalam keorganisasian pemerintahan Hindia Belanda. Sejak 1898 di bawah Afdeeling terdapat Onderafdeeling dan distrik. Afdeeling Martapoera terdiri dari 3 onderafdeeling, salah satunya adalah onderafdeeling Martapura dengan distrik Martapura. Dalam tahun 1902, Afdeeling Martapura membawahi 3 onderafdeeling: Martapura, Pengaron dan Tanah Laut. Perubahan selanjutnya Martapura menjadi onderafdeeling di bawah Afdeeling Banjarmasin. Setelah kedaulatan diserahkan oleh pemerintah Belanda kepada Republik Indonesia tanggal 27 Desember 1949, ditetapkan daerah Otonomi Kabupaten Banjarmasin.
Daerah otonom Kabupaten Banjarmasin meliputi 4 Kawedanan. DPRDS pada tanggal 27 Februari 1952, mengusulkan perubahan nama Kabupaten Banjarmasin menjadi Kabupaten Banjar yang disetujui dengan Undang-undang Darurat 1953, kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang No. 27 Tahun 1959. Tanggal 14 Agustus 1950 melalui Peraturan Pemerintah RIS No. 21 Tahun 1950, merupakan tanggal dibentuknya Provinsi Kalimantan, setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS). Provinsi Kalimantan, kemudian dipecah menjadi 3 provinsi, masing-masing Kalimantan Barat, Timur dan Selatan yang dituangkan dalam UU No. 25 Tahun 1956. Tanggal 14 Agustus 1950 selain merupakan tanggal pembentukan provinsi Kalimantan, sekaligus pula merupakan terbentuknya Kabupaten Banjar.
14 AGUSTUS 1950 - HARI JADI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Sebagaimana dikutip dari laman resminya kalselprov.go.id, kawasan Kalimantan Selatan pada masa lalu merupakan bagian dari 3 kerajaan besar yang pernah secara berturut-turut memiliki wilayah di daerah ini, yakni Kerajaan Negara Dipa, diteruskan oleh Kerajaan Negara Daha dan diteruskan oleh Kesultanan Banjar. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Kalimantan dijadikan provinsi tersendiri dengan gubernur pertama Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Noor yang menjabat sampai dibuatnya Perjanjian Linggarjati. Pada periode pasca Proklamasi Kemerdekaan merupakan momentum yang paling heroik dalam sejarah Kalimantan Selatan, dimana pada tanggal 16 Oktober 1945 dibentuk Badan Perjuangan yang paling radikal yaitu Badan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan (BPRIK) yang dipimpin oleh Hadhariyah M. dan A. Ruslan, namun dalam perjalanan selanjutnya gerakan perjuangan ini mengalami hambatan, terutama dengan disepakatinya perjanjian Linggarjati pada tanggal 15 Nopember 1945.
Berdasarkan perjanjian ini ruang gerak pemerintah Republik Indonesia menjadi terbatas hanya pada kawasan Pulau Jawa, Madura dan Sumatera sehingga organisasi-organisasi perjuangan di Kalimantan Selatan kehilangan kontak dengan Jakarta, kendati akhirnya pada tahun 1950 menyusul pembubaran Negara Indonesia Timur yang dibentuk oleh kaum kolonial Belanda, maka Kalimantan Selatan kembali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia sampai saat ini. Tanggal 14 Agustus 1950 melalui Peraturan Pemerintah RIS No. 21 Tahun 1950, merupakan tanggal dibentuknya Provinsi Kalimantan, setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan gubernur Dokter Moerjani. DPRD Kalimantan Selatan dengan surat keputusan No. 2 Tahun 1989 tanggal 31 Mei 1989 menetapkan 14 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan.
14 AGUSTUS 1958 - HARI JADI PROVINSI BALI
Provinsi Bali, sebagaimana dikutip dari laman suara.com, terbentuk pertama kali pada 14 Agustus 1958 yang ditetapkan dengan undang-undang nomor 64 tahun 1958. Sebelum menjadi Provinsi, sejarah lahirnya provinsi Bali awalnya pernah dikuasai kerajaan Majapahit dan ibukota sebelumnya berada di Singaraja yang kemudian dipindah ke Denpasar pada tahun 1960. Sebelum menjadi sebuah provinsi seperti saat ini, pada tahun 1343, sebagaimana dikutip dari beritabali.com, Pulau Bali dikuasai oleh Kerajaan Majapahit, dimana Gajah Mada atas nama Kerajaan Majapahit menugaskan Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan menjadi raja di Bali. Namun kemudian, Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan harus menghadapi pemberontakan rakyat "Baliaga", yang kebanyakan berasal dari desa-desa di pegunungan Kabupaten Bangli dan Karangasem.
Berkat dorongan moral dari Gajah Mada, raja Bali akhirnya dapat menumpas pemberontakan tersebut. Kerajaan Bali mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Sebaliknya, pengganti Dalem Waturenggong, yaitu, Dalem Bekung adalah orang yang sangat lemah dan tidak berwibawa. Karena itu, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Dalem Bekung dibantu oleh paman-pamannya, yaitu, I Dewa Gedong Arta, I Dewa Nusa, dan I Dewa Anggunan. Dalem Bekung tidak memiliki putera, karena itu ketika dia wafat, posisinya digantikan oleh Dalem Sagening. Sepeninggal Dalem Sagening, takhta kerajaan digantikan oleh puteranya, yaitu, Dalem Di Made. Pada masa pemerintahan Di Made ini, Kerajaan Bali mengalami kekacauan politik yang luar biasa. I Gusti Agung Widia melakukan pemberontakan dan berhasil menguasai kerajaan.
Pada tahun 1597, Bali mulai berhubungan dengan Belanda. Ekspedisi pertama Belanda pada tahun tersebut dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Hubungan Bali dan Belanda tidak intensif sampai abad ke 19. Pada tahun 1817, Belanda mengirim rombongan di bawah pimpinan Van den Broek untuk mendirikan sebuah pangkalan dagang di Bali. Namun usaha tersebut gagal karena ditentang oleh raja-raja Bali. Keadaan hubungan baru mengalami perubahan setelah tahun 1841. Huskus Koopman yang diutus pemerintah Belanda berhasil mengadakan perundingan dengan raja-raja Bali. Setelah melalui proses yang panjang, pada tahun 1908 Belanda dapat menguasai Bali. ahun 1930 merupakan babak baru karena merupakan permulaan pergerakan kebangsaan di Bali. Tanggal 9 September 1933 berdiri Komite Taman Siswa di Denpasar.
Jepang mendarat di Bali tanggal 17 Februari 1942. Di era penjajahan Jepang ini, perkembangan organisasi-organisasi politik terhenti. Jepang melarang dan membubarkan berbagai organisasi politik. Banyak penduduk yang dijadikan romusha dan harta bendanya dirampas. Kondisi tersebut berlangsung sampai Jepang menyerah kepada sekutu dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Pada awal kemerdekaan, Bali termasuk ke dalam provinsi Sunda Kecil. Sewaktu era negara serikat, Bali termasuk ke dalam Negara Indonesia Timur (NIT). Setelah Indonesia kembali menjadi negara Kesatuan, Bali kembali menjadi bagian dari Republik Indonesia dan pada 14 Agustus 1958 Pulau Bali menjadi berstatus Provinsi yang ditetapkan dengan UU No. 64 Tahun 1958.
14 AGUSTUS 1961 - HARI LAHIR PRAMUKA INDONESIA
Peringatan Hari Pramuka, sebagaimana dikutip dari laman kompas.com, diperingati setiap tahun di Indonesia pada tanggal 14 Agustus. Pembentukan Gerakan Pramuka didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka. Sementara itu, Hari Pramuka yang diperingati tiap 14 Agustus ditetapkan berdasarkan hari pelantikan Ketua Majelis Pimpinan Nasional Gerakan Pramuka pada 14 Agustus 1961. Meski Gerakan Pramuka secara resmi baru lahir pada 1961, namun gerakan kepanduan yang menjadi cikal bakal gerakan kepramukaan telah lama hadir, bahkan sebelum kemerdekaan. Kemunculan gerakan kepanduan di Indonesia berawal dari dua orang tokoh organisasi kepanduan Belanda, Nederlands Padvinders Organisatie (NPO) yaitu P.Y. Smits dan Majoor de Yager.
Pada 1912, kedua tokoh itu mendirikan cabang NPO di Jakarta, yang awalnya diperuntukkan bagi remaja dan pemuda Belanda yang tertarik dalam kegiatan kepanduan. Berselang dua tahun, yakni pada 4 September 1914, nama NPO diubah menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereniging (NIPV) dan mulai menerima anggota remaja bumiputera. Setelah itu, pada 1916, berdiri organisasi padvinderij nasional pertama bernama Javaanse Padvinders Organisatie (JPO) yang diprakarsai oleh Mangkunegara VII di Surakarta, Jawa Tengah. Kelahiran JPO mendorong lahirnya berbagai organiasi sejenis yang bernaung di bawah organisasi kebangsaan dan keagamaan yang ada pada saat itu. Misalnya Hizboel Wathan di bawah Muhammadiyah, Wira Tamtama di bawah Sarekat Islam, Nationale Padvinderij di bawah Budi Otomo, dan Jong Java Padvinderij di bawah Jong Java Mataram.
Terdapat kesamaan dalam gerakan kepanduan pada masa itu, yakni bersikap pro atau mendukung kemerdekaan Indonesia dari jajahan Belanda. Akan tetapi, sikap tersebut ditentang oleh pemerintah kolonial Belanda yang akhirnya melarang organisasi kepanduan pro kemerdekaan untuk menggunakan nama "padvinder" dan "padvinderij". Pada 1928, salah satu tokoh nasional, Haji Agus Salim, akhirnya mengusulkan nama "pandu" dan "kepanduan" untuk menggantikan nama yang dilarang oleh Belanda. Tahun 1928, beberapa organisasi kepanduan bersatu membentuk Persaudaraan Antar Pandu-pandu Indonesia atau PAPI (1928) dan Kepanduan Bangsa Indonesia atau KBI (1930). Pada 3 April 1938, PAPI dan KBI menggelar pertemuan di Surakarta dan membentuk Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI).
Pada tanggal 19-23 Juli 1941, Perkemahan Kepandoean Indonesia Oemoem (Perkino) I berhasil diselenggarakan di Yogyakarta. Penyelenggaraan Perkino I kemudian diikuti Perkino II di Jakarta pada 6 Februari 1943. Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, Kongres yang digelar pada 27-29 Desember 1945 itu menyepakati terbentuknya Pandoe Rakjat Indonesia pada 28 Desember 1945. Pada 16 September 1951 lahir suatu federasi kepanduan dengan nama Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO), kemudian muncul gagasan peleburan organisasi Kepanduan di Indonesia. Pada 28 Mei 1960, IPINDO, Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia (PKPI), dan Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia (POPPINDO) sepakat meleburkan diri ke dalam badan federasi baru bernama Persatuan Kepanduan Indonesia (PERKINDO). Setelah itu melalui Keputusan Presiden RI No 238 Tahun 1961 lahirlah Gerakan Pramuka yang dikenalkan pada 14 Agustus 1961 dan menjadi satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia.
14 AGUSTUS 1981 - BERDIRINYA UNIVERSITAS TADULAKO
Universitas Tadulako (Untad), sebagaimana dikutip dari laman resminya untad.ac.id, adalah perguruan tinggi negeri di Palu, Indonesia, sesaui Keppres No. 36 Tahun 1981 Universitas Tadulako berdiri pada tanggal 14 Agustus 1981. Rektor yang sekarang menjabat pada periode 2019 – 2023 adalah Prof. Dr. Ir. Mahfudz, MP. Keberadaan perguruan tinggi di Sulawesi Tengah, yang merupakan cikal bakal Universitas Tadulako ditandai dengan 3 (tiga) tahapan perjalanan sejarah yaitu periode Universitas Tadulako status swasta (1963-1966), periode status cabang (1966-1981), dan status negeri yang berdiri sendiri “Universitas Tadulako” (UNTAD), sejak tahun 1981. Universitas Tadulako sebagai perguruan tinggi swasta bermula dan tumbuh dengan mendapatkan kehidupan dari swadaya murni masyarakat Sulawesi Tengah, sudah berdiri sebelum daerah Sulawesi Tengah mendapatkan statusnya sebagai Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Tengah.
Tadulako secara konkret berarti pemimpin, dan menurut sifatnya berarti keutamaan. Dengan demikian tadulako adalah pemimpin yang memiliki sifat-sifat keutamaan (adil, bijaksana, jujur, cerdas, berani, bersemangat, pengayom, pembela kebenaran). Pada tanggal 8 Mei 1963 berdirilah Universitas Tadulako dengan status Swasta, dengan rektor pertama Drh. Nasri Gayur. Setelah melalui berbagai macam usaha untuk meningkatkan status dan peran Universitas Tadulako, maka pada tanggal 12 September 1964 ditingkatkan statusnya menjadi “TERDAFTAR“ sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 94/B-SWT/P/64, dengan empat fakultas : Fakultas Sosial Politik, Fakultas Ekonomi, Fakultas Peternakan dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Hayat dan Ilmu Pendidikan. Perkembangan selanjutnya bertambah lagi satu fakultas yaitu Fakultas Hukum sehingga keseluruhan menjadi 5 (lima) fakultas.
Berbagai upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh pemuka masyarakat di daerah ini, sehingga terwujudlah Perguruan Tinggi Negeri dengan status cabang, yaitu Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 1 Tahun 1966 tanggal 1 Januari 1966 dan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Ujung Pandang Cabang Palu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 2 Tahun 1966 tanggal 1 Januari 1966. Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin (Untad Cabang Unhas) terdiri atas empat fakultas yaitu : Fakultas Peternakan, Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum dan Fakultas Sosial dan Politik. IKIP Ujung Pandang Cabang Palu terdiri atas tiga fakultas yaitu : Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan Sastera dan Seni dan Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta.
Untuk lebih mengefektifkan upaya mewujudkan satu universitas negeri yang berdiri sendiri, maka pada tahun 1978 atas fasilitasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, dibentuklah Koordinatorium Perguruan Tinggi Sulawesi Tengah (PTST). Upaya Koordinatorium PTST tersebut untuk menyatukan kembali kedua perguruan tinggi cabang di Sulawesi Tengah pada akhirnya muncul dan menjadi dasar yang lebih kokoh untuk berdirinya universitas negeri yang berdiri sendiri. Atas dukungan dan upaya masyarakat di Sulawesi Tengah, Pemerintah Daerah, Rektor UNHAS, Rektor IKIP Ujung Pandang serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, akhirnya status cabang kedua lembaga pendidikan tinggi tersebut di atas ditingkatkan menjadi “UNIVERSITAS NEGERI YANG BERDIRI SENDIRI”, dengan nama UNIVERSITAS TADULAKO (UNTAD) sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1981 tanggal 14 Agustus 1981.
0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 14 AGUSTUS"
Post a Comment