RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 11 JUNI

 
PERISTIWA NASIONAL
11 JUNI 1860, PENGHAPUSAN KERAJAAN DI KALIMANTAN

Tepat pada tanggal 11 Juni 1860, sebagaimana dikutip dari nusantaranews.co, Pemerintah Kolonial Belanda menghapus seluruh kerajaan di Pulau Kalimantan. Penghapusan itu atas perintah langsung Residen Belanda di Banjarmasin FN Nieuwenhuijzen. Alhasil, penghapusan itu juga berlaku bagi Kesultanan Banjar yang dipimpin Sultan Tamjidillah. Sejak saat itu, Kesultanan Banjar langsung diperintah oleh seorang Residen Hindia Belanda dan seluruh kerajaan di Kalimantan tidak punya kekuasaan politik, serta fungsi raja atau sultan yang ada hanyalah sebatas simbolis saja.

Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan kebijakan penghapusan kerajaan di Pulau Kalimantan tak terlepas dari Perang Diponegoro di Pulau Jawa dan Perang Paderi di Minangkabau. Akibatnya, Pemerintah Belanda terbilang berhasil membatasi kewenangan Kesultanan Yogyakarta. Kesuksan belanda di Jawa itulah yang kemudian menjadi rujukan FN Nieuwenhuijzen untuk melakukan penghapusan kekuasaan politik seluruh kerajaan di Pulau Kalimantan, guna menghindari perlawanan yang serupa kepada pihak Belanda di wilayah Kalimantan.

Meski telah dilakukan penghapusan, kebijakan tersebut justru memunculkan perlawanan dari Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari, pewaris Kesultanan Banjar. Para bangsawan dan rakyat Banjar akhirnya mengangkat Pangeran Antasari sebagai Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin pada 14 Maret 1862. Sejak saat itu perang melawan pasukan Belanda berkecamuk di berbagai daerah. Perang Banjar ini berlangsung dari tahun 1859 hingga berakhir pada tahun 1905. Diketahui, pada 24 Juli 2010 Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya Gusti Khairul Saleh (Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu’tashim Billah) sebagai Sultan.

11 JUNI 1942 BARISAN PEMUDA ASIA RAYA (BPAR) TINGKAT PUSAT DIRESMIKAN
Barisan Pemuda Asia Raya (BPAR) adalah sebuah organisasi semimiliter yang dibentuk pada jaman pendudukan Jepang yang anggotanya sebagian besar adalah pemuda. Kala itu, Pemerintah Jepang menilai para pemuda, khususnya yang tinggal di pedesaan belum terpengaruh oleh alam pikiran Barat. Mereka secara fisik cukup kuat, semangat, dan pemberani. Oleh karena itu, perlu dikerahkan untuk membantu memperkuat posisi Jepang dalam menghadapi perang. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka para pemuda dijadikan sasaran utama bagi propaganda Jepang.

Dengan“Gerakan Tiga A” serta semboyan “Jepang, Indonesia sama saja, Jepang saudara tua”, tampaknya cukup menarik bagi kalangan pemuda. Pernyataan Jepang tentang persamaan, dinilai sebagai suatu perubahan baru dari keadaan di masa Belanda yang begitu diskriminatif. Sebelum secara resmi Jepang membentuk organisasi-organisasi semimiliter, Jepang telah melatih para pemuda untuk menjadi pemuda yang disiplin, memiliki semangat juang tinggi (seishin) dan berjiwa ksatria (bushido) yang tinggi. Selain itu, juga dikembangkan jiwa disiplin dan menghilangkan rasa rendah diri. 

Salah satu cara untuk menanamkan nilat-nilai tersebut kepada kaum muda adalah dengan pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan khusus. Pendidikan umum, seperti sekolah rakyat (sekolah dasar) dan sekolah menengah. Sedangkan pendidikan khusus adalah latihan latihan yang diadakan oleh Jepang. Latihan-latihan yang diadakan Jepang, antara lain BPAR (Barisan Pemuda Asia Raya). Wadah ini digunakan untuk menanamkan semangat Jepang. BPAR diadakan dari tingkat pusat di Jakarta. Kemudian di daerah-daerah dibentuk Komite Penginsafan Pemuda, yang anggota-anggotanya terdiri atas unsur kepanduan. 

Bentuk komite seperti ini sifatnya lokal dan disesuaikan dengan situasi daerah masing-masing. Barisan Pemuda Asia Raya (BPAR) tingkat pusat diresmikan pada tanggal 11 Juni 1942 dengan pimpinan dr. Slamet Sudibyo dan S.A. Saleh. Sebenarnya, BPAR bagian dari Gerakan Tiga A. Program latihan di BPAR diadakan dalam jangka waktu tiga bulan dan jumlah peserta tidak dibatasi. Semua pemuda boleh masuk mengikuti latihan. Di dalam latihan-latihan tersebut ditekankan pentingnya semangat dan keyakinan, mengingat mereka akan menjadi pimpinan para pemuda.

11 JUNI 1945 DAN 11 JUNI 2004, PENGANGKATAN DAN WAFATNYA SRI SUSUHUNAN PAKUBUWANA XII
Tepat 11 Juni pada tahun kemerdekaan Republik Indonesia 1945, sebagaimana dikutip dari merdeka.com, Keraton Surakarta atau dikenal dengan Istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat, melakukan pengangkatan Raden Mas Surya Guritna sebagai Raja Kasunanan Surakarta yang kemudian dikenal sebagai Pakubuwono XII. Beliau pun mendapat panggilan kehormatan 'Sinuwun Amardika', karena diangkat menjelang kemerdekaan Indonesia. Pengangkatan Surya Guritna sebagai Pakubuwono XII terjadi setelah mangkatnya Pakubuwono XI. Seharusnya Mangkubumi, putra sulung Pakubuwonao XI yang mendapat kesempatan pengangkatan menjadi raja, namun peluang itu tertutup setelah ibundanya, GKR Kencana (istri pertama Pakubuwana XI) telah mendahului wafat pada tahun 1910 dan belum diangkat sebagai permaisuri. 

Surya Guritna yang lahir 14 April 1925 dipilih sebagai Pakubuwono XII karena dianggap masih muda dan mampu mengikuti perkembangan serta tahan terhadap situasi. Di sisi lain, rencana penobatan Surya Guritna sempat mendapat tentangan keras dari Kooti Jimu Kyoku Tyokan, Pemerintah Gubernur Jepang saat itu. Jepang menyatakan tidak berani menjamin keselamatan calon raja. Di awal pemerintahannya, karena masih sangat muda, Surya Guritna atau Pakubuwono XII sering didampingi ibunya, Raden Ayu Kuspariyah (bergelar GKR Pakubuwono), atau lebih dikenal dengan julukan Ibu Ageng. 

Pada era setelah kemerdekaan, Pakubuwono XII memperoleh pangkat militer letnan dari presiden Soekarno . Karena jabatan itulah, beliau sering dipercaya mendampingi presiden meninjau ke beberapa medan pertempuran. Seperti saat Agresi militer, 19 Desember 1948. Pakubuwono XII dikenal sebagai raja dengan pemerintahan terlama, yaitu 1945-2004. Dari merasakan awal kemerdekaan, lalu masa orde lama saat Soekarno memimpin, masa orde baru saat Soeharto berkuasa, awal orde reformasi yang dipimpin BJ Habibie , masa pemerintahan Abdurrahman Wahid , masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri , dan hingga awal masa kabinet bersatu milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pakubuwono wafat 11 Juni 2004, dengan tanggal dan bulan yang sama saat dia diangkat sebagai raja.

11 JUNI 1950, INDONESIA MENJADI ANGGOTA ORGANISASI BURUH DUNIA (ILO)

Pada tanggal 11 Juni 1950, sebagaimana dikutip dari tempo.co, Indonesia yang saat itu masih menjadi Republik Indonesia Serikat atau RIS untuk pertama kalinya menjadi anggota Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organization disingkat ILO. Indonesia menjadi anggota ke-16 perserikatan buruh dunia tersebut dan telah bekerja sama sejak 12 Juni 1950 dengan berkolaborasi bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Organisasi Pengusaha Indonesia atau Apindo. ILO juga bekerja sama dengan tiga serikat pekerja utama Semua Konfederasi Serikat Buruh Indonesia atau KSPSI, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia atau KSBSI dan Konfederasi Serikat Buruh Indonesia KSPI.

ILO sendiri merupakan organisasi yang menampung dan menangani isu buruh internasional yang telah didirikan sejak 1919 seusai Perang Dunia I sebagai bagian dari Persetujuan Versailles. ILO kemudian dibawahi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah pembentukan PBB di akhir Perang Dunia II. Pembentukan ILO merupakan upaya meredam konflik akibat ketidakadilan yang dialami para buruh, ketidakadilan tersebut terus meningkat seiring bertambahnya jumlah industrialisasi sehingga akan mengancam perdamaian dunia.

 

0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 11 JUNI"

Post a Comment