RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 09 NOVEMBER

 
09 NOVEMBER 1945
PERTEMPURAN BANJARMASIN

Berdasarkan catatan sejarah, pada tanggal 9 November 1945 pernah terjadi sebuah pertempuran di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pertempuran ini melibatkan para pemuda yang tergabung dalam kelompok pembela kemerdekaan Republik Indonesia dengan tentara Belanda pasca dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pertempuran ini bermula saat pasukan yang berasal dari Australia dan merupakan bagian dari tetara Sekutu tiba mendarat di Banjarmasin pada tanggal 17 September 1945. Dalam pasukan Sekutu ini, tentara Belanda yang tergabung dalam Netherland Indie Civil Administration (NICA) yang dipimpin oleh Mayor A. L. Assendrop ikut masuk ke Banjarmasin. Belanda yang sebelumnya telah kembali ke negaranya pada puncak perang dunia II, berniat kembali ke Indonesia dan menguasai apa yang telah mereka bangun sebelumnya.

Dilain pihak, tentara Australia yang masuk ke Banjarmasin tersebut justru mengapresiasi rakyat Indonesia yang telah menyatakan kemerdekaannya melalui Proklamasi Kemerdekaan. Saat berada di Banjarmasin, Tentara Australia juga membawa selebaran tentang kemerdekaan Indonesia, yang isinya adalah pernyataan Indonesia telah merdeka dan menganjurkan semua golongan menggalang persatuan serta melawan Belanda. Selebaran itu sebetulnya ditujukan untuk rakyat Indonesia yang berada di luar negeri, khususnya Australia dan bukan untuk rakyat Banjarmasin. Tentara Australia yang ada di Banjarmasin kemudian menghubungi kelompok pergerakan yang ada disana, dimana akhirnya tentara Australia tersebut bertemu dengan pengurus besar Persatuan Rakyat Indonesia (PRI), yaitu Hadariyah M. Selanjutnya selebaran yang dibawa tentara Australia tersebut disebarluaskan setelah lebih dulu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan ditulis dengan huruf latin dan uruf Arab serta diperbanyak hingga 400 lembar.

Belanda yang mengetahui tentang selebaran tersebut tentu saja tidak tinggal diam, tentara NICA lalu memanggil para pengurus PRI di antaranya Pangeran Muda Ardikesuma, A. Ruslan, Hadariyah dan kawan kawan. Mereka dipaksa menandatangani peryataan yang isinya bertanggung jawab jika terjadi penganiayaan pada orang Belanda, orang Indonesia-Belanda, ataupun orang Ambon. Bahkan mereka juga bertanggung jawab atas perbuatan sabotase politik. Mendapat perlakuan semena-mena, pemimpin PRI pun membalas, mereka segera membentuk badan baru yang lebih radikal, dan jadilah Barisan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan (BPRIK) pada 16 Oktober 1945 dipimpin oleh Hadhariyah M., dan A. Ruslan. Munculnya BPRIK akhirnya diikuti kemunculan organisasi lainnya, seperti Gerakan Rakyat Mempertahankan Republik Indonesia (GERMERI), Pemuda Penyongsong Republik Indonesia (PPRI) dan lain-lain.

Tanggal 1 November 1945, terjadi sebuah insiden dimana para pemuda melakukan pengeroyokan kepada sejumlah tentara Belanda yang berusaha melakukan pencopotan selebaran yang telah ditempel di Pasar Baru Banjarmasin. Paca insiden tersebut, pada malam harinya, para pemuda ini juga melakukan penyerbuan ke pos polisi Belanda, dimana akhirnya tentara Belanda melakukan pembalasan dengan menangkapi para pemuda yang dicurigai menjadi dalang pengeroyokan dan penyerangan pos polisi Belanda. Mengetahui aksi penangkapan para pemuda oleh tentara Belanda, BPRIK kemudian menyusun rencana guna melakukan penyerangan ke pos militer Belanda yang ada di Banjarmasin. Penyerangan itu terjadi pada tanggal 9 November 1945 dan terjadilah pertempuran yang dikenal sebagai "Pertempuran Banjarmasin"

Pertempuran inipun menimbulkan korban jiwa, dari pihak pemuda sembilan nyawa melayang dan sebanyak 112 tentara Belanda menyerah. Pada waktu yang sama, terjadi juga pertempuran yang serupa, khusunya di wilayah Rantau, Marabahan hingga Balawang. Meskipun menyatakan memyerah, ternyata tentara Belanda diam-diam meminta bantuan kepada pasukan Belanda yang ada di wilayah lain, dua hari kemudian pasukan Belanda gabungan dari Banjarmasin dan Kandangan datang. Karena kalah jumlah dan kalah persenjataannya, akhirnya para pemuda Banjarmasin dapat dipukul mundur oleh tentara Belanda. Para pemuda tersebut kemudian ditangkap dan diserahkan kepada militer Belanda. Sementara itu, di Marabahan dan Balawang satuan Pemuda Persatuan Rakyat Indonesia yang bergabung dengan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (Rombongan IX kiriman Bung Torno dari Surabaya) berhasil menguasai daerah itu tanpa pertempuran.

Komandan Tentara Angkatan Darat Sekutu, Mayor Jenderal Mansergh memberikan untlimatum kepada rakyat Indonesia di Surabaya, pada 9 November 1945, isinya yaitu:

  1. Seluruh pimpinan Indonesia, termasuk pimpinan gerakan pemuda, kepala polisi, dan kepala radio Surabaya harus melapor ke Bataviaweg tanggal 9 November pukul 18.00. Mereka harus berbaris satu persatu membawa segala jenis senjata yang mereka miliki.
  2. Senjata tersebut harus diletakkan di tempat yang berjarak 100 yard dari tempat pertemuan, setelah itu orang-orang Indonesia harus datang dengan tangan di atas kepala mereka, dan akan ditahan, dan harus siap untuk menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat.
  3. Bagi pemuda-pemuda bersenjata diharuskan menyerahkan senjatanya dengan berbaris dan membawa bendera putih. Batas waktu yang ditentukan adalah pukul 06.00 pagi tanggal 10 November 1945. Apabila tidak diindahkan Inggris akan mengerahkan seluruh kekuatan darat, laut, dan udara untuk menghancurkan Surabaya. 

Ultimatum tersebut tak digubris rakyat Indonesia. Meski Tentara Sekutu bakal menambah jumlah kekuatannya dan ditunjang perlengkapan senjata perang yang canggih, ancaman tersebut tak mampu memadamkan semangat perlawanan rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan. Sehingga terjadilah pertempuran 10 November 1945. Sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka yang gugur dalam perang 9 November itu, kesembilan nama warga yang gugur itu kemudian diabadikan pada monumen 9 November (Sekarang kantor KPPN Banjarmasin) yang terletak di kawasan Jalan Mayjen DI Panjaitan.

0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 09 NOVEMBER"

Post a Comment