20 SEPTEMBER 1952
MENINGGALNYA DR. RADJIMAN WEDYODININGRAT, KETUA BPUPKI
Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, sebagaimana dikutip dari laman wikipedia.org, adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia. Dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Boedi Oetomo dan sempat menjadi ketuanya pada tahun 1914–1915. Dr. Radjiman juga pernah menjadi ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Ia juga yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat di setiap daerah di Indonesia untuk mengantisipasi serangan dari bangsa lain saat meletusnya Perang Dunia I, hingga usulan tersebut diterima pemerintah Belanda dengan terbentuknya Volksraad (dewan rakyat), dimana Dr. Radjiman masuk didalamnya sebagai anggota yang mewakili Boedi Utomo selama 3 tahun, mulai dari tahun 1918 hingga 1921.
MENINGGALNYA DR. RADJIMAN WEDYODININGRAT, KETUA BPUPKI
Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, sebagaimana dikutip dari laman wikipedia.org, adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia. Dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Boedi Oetomo dan sempat menjadi ketuanya pada tahun 1914–1915. Dr. Radjiman juga pernah menjadi ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Ia juga yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat di setiap daerah di Indonesia untuk mengantisipasi serangan dari bangsa lain saat meletusnya Perang Dunia I, hingga usulan tersebut diterima pemerintah Belanda dengan terbentuknya Volksraad (dewan rakyat), dimana Dr. Radjiman masuk didalamnya sebagai anggota yang mewakili Boedi Utomo selama 3 tahun, mulai dari tahun 1918 hingga 1921.
Dikutip dari kompas.com, Dr. Radjiman lahir di Yogyakarta, 21 April 1879 yang memiliki darah Gorontalo dari sang ibu. Ia pernah bersekolah di Batavia yang dibiayai oleh pamannya, Wahidin Soedirohoesodo. Pada awal ia menjalani pendidikannya, Radjiman hanya mendengarkan pelajaran di bawah jendela kelas saat mengantarkan putra dari pamannya ke sekolah. Sampai akhirnya, guru Belanda merasa kasihan kepada Radjiman, sehingga ia diminta untuk mengikuti pelajaran di dalam kelas sampai ia berusia 20 tahun. Di usia yang masih terbilang muda, Radjiman berhasil meraih gelar dokter dan pada usia 24 tahun, Radjiman mendapat gelar Master of Art. Tidak hanya di dalam negeri, Radjiman sempat menempuh pendidikan di Belanda, Prancis, Inggris, dan Amerika. Ia kemudian ditugaskan menjadi kepala rumah sakit di beberapa daerah oleh pemerintah Belanda.
Salah satu alasan yang mendorong Radjiman untuk belajar ilmu kedokteran yaitu karena rasa prihatin yang ia rasakan ketika melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit pes. Ia juga secara khusus belajar ilmu kandungan, karena saat itu banyak ibu-ibu yang meninggal karena melahirkan. Pada tahun 1906, Radjiman mengundurkan diri dari Jabatannya sebagai dokter pemerintah kolonial Belanda. Kemudian pada tahun 1934, Dr. Radjiman juga melepaskan jabatannya sebagai dokter di Keraton Kasunanan Surakarta dan memutuskan untuk tinggal di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Di Ngawi, Radjiman mengabdikan dirinya sebagai dokter ahli penyakit pes setelah mengetahui bahwa banyak warga Ngawi yang meninggal dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah kediamannya yang sekarang telah menjadi situs sudah berusia 135 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan Bung Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke rumah tersebut.
Pada sidang BPUPKI (29 Mei 1945), ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila, yang kemudian ia tuliskan sebagai pengantar dalam penerbitan buku Panacasila yang pertama tahun 1948 di Ngawi. Pada awal kemerdekaan Indonesia, Radjiman diangkat menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Pada tahun 1950, setelah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ia memimpin sidang pleno pertamanya saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS. Dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 20 September 1952, Dr. Radjiman menghembuskan nafas terakhirnya. Pada tahun 2013, Dr. Radjiman dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Nama Dr. Radjiman juga banyak digunakan sebagai nama Rumah sakit di beberapa daerah.
20 SEPTEMBER 2021
MENINGGALNYA HJ. SUNARTI SRI HADIYAH, MERTUA PRESIDEN RI KE-6 SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Ibu Hj. Sunarti Sri Hadiyah Sarwo Edhie Wibowo (Ibu Ageng) yang merupakan mertua dari Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden Ke-6 RI) meninggal dunia pada hari Selasa 21 September 2021. Almarhumah yang akrap disapa Ibu Ageng ini merupakan ibunda dari Almarhumah Ani Yudhoyono (Istri Pak SBY), beliau meninggal pada pukul 17.45 WIB di Jakarta pada usia 91 tahun. Rencananya Jenazah Ibu Ageng akan dimakamkan di Taman Makam Keluarga di Purworejo, Jawa Tengah. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beserta anaknya Agus Harimukti Yudhoyono (AHY) dan rombongan keluarga besar telah bertolak ke Purworejo pada malam ini. Di kesempatan terpisah, AHY menilai Ibu Ageng merupakan wanita yang bijaksana dan pengayom di keluarga. Menurut AHY, sosok almarhumah amat berkesan bagi keluarga besar.
Sebagaimana dikutip dari detik.com, melalui postingan di akun Instagram Pribadinya AHY Menyampaikan, "Ibu Ageng adalah sosok ibu dan eyang panutan yang selama ini selalu bijaksana, penuh semangat, dan cinta, serta selalu menjadi pengayom keluarga. Sosoknya begitu berkesan mendalam di hati kami semua. Almarhumah Memo selalu menyebutnya menjadi “pamonge jagad” dalam keluarga kami". Ia juga menuliskan do'a untuk almarhumah, "Ya Allah, terimalah segala amal ibadah dan kebaikan Bu Ageng di dunia. Ampunilah segala dosa, khilaf dan salahnya. Tempatkanlah beliau di sisi-Mu yang mulia. Damai dan bahagia selamanya di surga. Kami sekeluarga memohon doa bagi Almarhumah, berkenan teman-teman semua dapat mengirimkan Al Fatihah untuk Almarhumah".
Sebagaimana dikutip dari murianews.com, Jenazah mertua SBY tersebut kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga yang ada di Purworejo, Jawa Tengah, pada hari selasa tanggal 21 September 2021. Sejumlah pejabat dan kerabat terlihat ikut mengiringi pemakaman almarhumah termasuk SBY. Setelah dibawa dari Jakarta ke Purworejo melalui jalur darat, jenazah almarhumah tiba di kompleks permakaman keluarga Sarwo Edhie Wibowo di Kelurahan Pangen Juru Tengah, Kecamatan Purworejo sekitar pukul 09.40 WIB. Jenazah almarhumah dimakamkan persis di samping makam sang suami, Sarwo Edhie Wibowo. Dalam acara pemakaman tersebut, SBY juga memberikan sambutan serta mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap para kerabat yang melayat dan turut berduka.
0 Response to "RANGKUMAN PERISTIWA DI TANGGAL 20 SEPTEMBER"
Post a Comment